SINTANG, KALBAR – PERISTIWAINDONESIA.com
Pembangunan Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) Jemaat Victory Sintang yang di rencanakan berukuran 12×24 meter di Jalan MT Hariono, Kelurahan Rawa Mambok, Kecamatan Sintang, kabupaten Sintang, Kalbar mendapatkan sorotan dari Akademisi Fakultas Hukum Universitas Kapuas Sintang, yg juga merupakan seorang Candidat Doktor Ilmu Hukum, Khususnya Hukum Pidana, FX. Nikolas.
“Nenurut pendapat saya sebagai akademisi, kalau melihat Gereja GPdI Victory itu, kan sudah lama, kalau tidak salah saya, sebagaimana di beritakan di media online antarakalbarnews.com tanggal 15 Januari 2015, sudah cukup lama sudah lewat 5 Tahun, kalau melihat kondisi gereja sekarang, sebagaimana dalam berita di targetkan selesai tahun 2017.
Tapi biasanya kalau ada anggaran negara atau hibah biasanya punya rencana-rencana tentunya proposal.
Melihat SK Hibah dari Provinsi Kalimantan Barat, dengan biaya 500Juta, sangat luar biasa dengan ukuran tanah 12 x 24 M².
Kemudian bantuan-bantuan lain, apa lagi pembanguan awal sudah ada 100Juta dari jemaat (antarakalbarnews.com).
Kalau menurut saya, apakah ada indikasi korupsi atau penyimpangan itu kewenangan penyidik kejaksaan atau penyidik kepolisian.
Apakah ada indikasi itu, tetapi pada dasarnya kalau melihat pengertian dari tindak pidana korupsi atau curruptie penyelewengan atau busukan, kebejatan tidak jujur, dapat di suap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian.
Kalau kalangan akademisi juga memberikan pengertian secara umum lah kira-kira kegiatan yang di lakukan untuk memperkaya diri sendiri atau kelompok.
Di mana kegiatan tersebut melanggar hukum karena telah merugikan bangsa dan negara.
Selanjutnya biasanya tindak pidana korupsi ini, tidak tunggal melainkan bersama-sama biasanya maka kalau kita cermati dalam undang-undang 31 tahun 1999 Jo UU nomor 20 tahun 2001, tersirat ikut serta kalau di KUHP itu dikenal dengan ikut serta pasalnya 55, ada 5 kategori, seperti melakukan, menyuruh melakukan, turut melakukan, menganjur, dan memberikan kesempatan, artinya dalam suatu perbuatan korupsi itu, selalu korporasi lah, kalau menurut pendapat saya,” ucapnya.
“Kemudian perlu di pahami bahwa dalam sistem hukum Indonesia korupsi ini sekali lagi sebagai akademisi hanya mengingatkan bahwa korupsi merupakan kejahatan luar biasa, atau Exstraordinary Crime, yang menurut saya, perlu di lakukan penegakan hukum yang exstra, cepat, tepat dan terukur. Mengapa ? Karena ini uang rakyat, untuk kepentingan rakyat, bukan kepentingan pribadi.
Penegak hukum, jangan menunggu laporan dari masyarakat karena korupsi bukan hanya deliknya aduan saja, melainkan korupsi yg saya pahami sebagai akademisi merupakan delik murni, artinya tanpa adanya aduan pun penegak hukum dapat melakukan penyelidikan jika di duga ada unsur kerugian negara di dalam setiap penggunaan anggaran negara, baik itu APBD maupun APBN,” jelasnya.
Hal yang sama juga dari ketua DPC PWRI Sintang meminta PPK Provinsi dan Kabupaten Sintang segera mengaudit pembangunan gereja yang di kerjakan dari tahun 2015 Samapi saat ini belum terealisasi.
Karena sudah mendapatkan banyak bantuan baik swasta maupun maupun pemerintah. (REL)