Penulis: Paulus Witomo
Jakarta, PERISTIWAINDONESIA.com
Ratusan Buruh PT Sinar Central Sandang mendatangi Polda Metro Jaya untuk meminta pengawalan kasus dugaan tindak pidana yang telah dilaporkan mereka, Jumat pagi (27/5/2022).
Hal ini disampaikan Ketua DPD SBSI 1992 Propinsi Banten Suwarso dalam orasinya di Polda Metro Jaya Jakarta.
Menurutnya, Pengusaha terkesan kurang peduli terhadap nasib mereka. Padahal, selama puluhan tahun mereka bekerja di Pabrik Tekstil tersebut telah memberikan keutungan besar kepada pemiliknya.
“Kami hanya menuntut hak kami yang telah dimenangkan oleh Pengadilan. Sejak Pengadilan Negeri sampai putusan Mahkamah Agung kami taat pada hukum, namun setelah putusan inkracht, mengapa hak kami belum juga dibayarkan Pengusaha,” sesalnya.
Hal senada disampaikan Jualria. Dikatakannya, sejak 1 Mei 2020 para karyawan sudah dirumahkan oleh Perusahaan, dan mulai tanggal 24 Juni 2022 mereka membentuk piket untuk menjaga aset Perusahaan berupa mesin-mesin agar tidak dikeluarkan dari dalam Pabrik.
“Hanya itu yang bisa kami lakukan sebagai upaya dalam mempertahankan hak-hak kami supaya tidak hilang begitu saja. Selama 2 (dua) tahun, siang dan malam kami mengatur waktu piket dan mendirikan Posko Perjuangan di luar pagar pabrik tersebut. Selama 24 (dua puluh empat) jam, kami bergantian piket dan tidur di tenda yang telah dibuat secara swadaya. Acap kali pula kami harus bertengkar saat berhadapan dengan Brimob dan sejumlah penjaga yang ternyata bertugas di Pabrik tersebut atas perintah dan seizin pihak Perusahaan Induk yaitu PT. Sri Rejeki Isman (Tbk (SRIL),” pungkasnya.
Diakuinya, keadaan mereka selama berjaga di Pondok Perjuangan sangat miris. Apalagi saat hujan mengguyur Serpong, Kota Tangerang Selatan, maka air akan menggenangi tenda mereka.
Bahkan terkadang ular berbisa akan memasuki tenda, selain kedinginan diterpa kencangnya angina malam.
“Tidak ada yang peduli dengan nasib kami, kecuali beberapa kali mendapatkan bantuan Sembako yang diserahkan Kasat Intel Polres Kota Tangerang Selatan AKP Ari Nugroho, terima kasih komandan,” pujinya.
Ditambahkannya, kisah nyata yang dihadapi mereka sesungguhnya tidak jauh dari Gedung DPR RI Senayan Jakarta, hanya berjarak berkisar ± 26,9 km (dilihat dari google maps-lewat jalan tol Jakarta-Tangerang/tol Merak-Jakarta), namun tidak seorang pun yang tampak peduli kepada mereka.
“Meskipun sudah menderita, setiap kami juga diwajibkan urunan tiap bulannya agar dapat membayar uang listrik, air minum dan kebutuhan lainnya di dalam tenda. Bahkan kepada anggota yang berhalangan tidak bisa hadir piket jaga di Pondok Perjuangan akan dikenakan denda Rp.50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) per orangnya,” ujarnya sedih.
Lebih lanjut disampaikannya, mereka hanyalah sekelompok orang kecil dan miskin yang setia dan tunduk kepada aturan Negara.
“Sesungguhnya, Uang Kompensasi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang akan kami terima nantinya sudah tidak setimpal lagi mengganti waktu dan biaya kami yang tergerus selama 2 (dua) tahun menjaga di Pondok Perjuangan,” tandasnya.
Menurutnya, realitas hidup ini benar-benar terjadi di wilayah Jabodetabek. Artinya, menurut Jualria, sangat sulit untuk mendapatkan jaminan dan kepastian hukum atas hak-hak mereka, khsusunya bagi Buruh di Indonesia.
Selain harus ditukar dengan harga yang sangat mahal, aturan yang ada sekarang ini pun belum cukup untuk memberikan perlindungan kepada Kaum Buruh di Indonesia.
“Padahal Indonesia adalah negara yang kaya raya dan melimpah ruah sumber daya alamnya. Namun kekayaan alam tersebut hampir tidak pernah dirasakan Buruh di Indonesia, kecuali harus bekerja keras dan terus berjuang agar dapat makan dan minum serta membiayai kehidupan keluarganya.
“Inilah jeritan hati kami, Buruh PT. Sinar Central Sandang Serpong mewakili jutaan Buruh yang berada di Seantero Nusantara ini. Merdeka!” tutupnya (*)