Penulis : Sukma Panjaitan
Jakarta, PERISTIWAINDONESIA.com |
Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Relawan Doakan Jokowi Menang (DJM) 1 Kali Lagi Abednego Panjaitan meminta Menteri Perhubungan segera mencopot Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas II Samarinda Mukhlish Tohepaly karena tindakan sewenang-wenang yang dilakukannya mengakibatkan kerugian bagi pihak lain.
Hal ini disampaikan Abednego Panjaitan, Minggu (13/9/2020) di Jakarta, usai menerima laporan salah satu perusahaan jasa angkutan laut CV Jasa Andhika Raya (JAR) yang merasa dirugikan akibat kecerobohan oknum Kepala KSOP Kelas II Samarinda tersebut.
Dikatakan Panjaitan, oknum Pejabat KSOP yang baru dilantik sejak 19 Agustus 2020 ini dinilai tidak menguasai tugas pokok dan fungsinya, mengakibatkan kerugian besar bagi pihak lain.
“Pejabat yang seperti ini harus segera dicopot karena membahayakan iklim investasi ke depan dan tidak mendukung program Nawacita dan instruksi Presiden Jokowi,” pungkasnya.
Tuding Bermasalah
Sementara itu, Kepala Kantor KSOP Kelas II Samarinda Mukhlish Tohepaly ST kepada Awak Media, Sabtu (12/9/2020) menyebutkan tertahannya Surat Olah Gerak Kapal CV JAR ke Muara Berau karena memiliki persoalan internal yang berproses di tingkat Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur, sehingga perlu diselesaikan secara hukum.
“Kalau di kita tidak ada masalah, cuma karena kita titik terakhir, ini permasalahan ESDM mengenai legalitas dan segala macam itu. Nah, itu yang harus di clearkan, karena kalau kita lepaskan, maka dianggaplah kita terlibat disitu,” kata Mukhlish Tohepaly.
Sekalipun telah disampaikan kepada Kepala KSOP Kelas II Samarinda ini, bahwa permasalahan dimaksud tersebut telah diselesaikan oleh CV JAR, namun Mukhlish Tohepaly tidak mengakuinya.
“Oh, terserah merekalah… Kalau mereka menyampaikan begitu, saya harus melihat surat resmi atau pernyataan resmi dari merekalah,” timpal Mukhlish Tohepaly.
Disinggung tentang perintah Presiden Jokowi dan arahan Menteri Kemaritiman dan Investasi agar tidak menghambat laju investasi ditengah wabah pandemik Covid-19 saat ini, Mukhlish Tohepaly mengaku memahaminya.
“Oh itu betul. Kita pahami itu pak,” tukasnya.
Disampaikan Mukhlish Tohepaly, solusi yang bisa ditempuh CV JAR agar persoalan ini tidak berlarut-larut, maka sebaiknya CV JAR segera menyelesaikan urusan internal mereka dibuktikan dengan adanya surat pernyataan dari pihak ESDM.
Ketika Awak Media mengulangi pengakuan pemilik Kapal yang menyatakan permasalahan dimaksud telah clear, namun KSOP sendirilah yang menimbulkan masalah sehingga akan merugikan pemilik barang berupa batubara hingga ratusan juta rupiah, Mukhlish Tohepaly justru mengelak.
“Iya, iya itu saya tidak bisa bantulah kalau ada yang melapor seperti itu. Hanya ada satu kapal ya, yang bermasalah ini,” elaknya.
Bantah Bermasalah
Sementara itu, sumber terpercaya yang berhasil dihubungi Awak Media mengaku bahwa Kapal yang tertahan pada KSOP Kelas II Samarinda tidak ada hubungannya dengan urusan internal yang diadukan CV JAR di Kejati Kalimantan Timur.
“Yang diadukan CV JAR di Kejati Kalimantan Timur itu terkait penyalahgunaan Surat Kuasa atas 33 unit Tongkang SKAB JAR. Kamilah pelapornya, karena diduga terjadi kerugian Negara dan penyalahgunaan Surat Kuasa CV JAR. Seyogianya pajak dibayar 5 persen, tapi faktanya hanya dibayar 3 persen saja,” jelas sumber peristiwaindonesia.com.
Disebutkan Sumber media ini, Kapal Tongkang miliknya tidak ada sangkut pautnya dengan permasalahan yang disampaikan Kepala KSOP Kelas II Samarinda tersebut.
“Kami telah membayar segala kewajiban sesuai dengan Peraturan Pemerintah dan ESDM, tapi Syahbandar tidak mau mengeluarkan Olah Gerak Kapal, katanya LHV palsu, padahal pihak Suryevor mengatakan tidak palsu. Kalau kapal kita yang satu ini tidak jalan dan vassel masih menunggu batu dari kapal, maka nantinya kita akan dikenakan demurange Vasselnya sebesar Rp250 jutaan per hari,” lapornya.
Ditambahkan sumber, soal palsu atau tidaknya LHV, bukan kewenangan KSOP Kelas II Samarinda. Mestinya, menurut sumber, apabila LHV diduga palsu, maka pihak KSOP seharusnya melaporkannya ke pihak yang berwenang.
“Ada dugaan pihak Syahbandar merasa ketakutan apabila terbongkar kasus 33 unit tongkang yang tengah berproses di Kejaksaan Tinggi itu. Kasus ini memang berat karena menyangkut kerugian Negara. Royalty ke ESDM-nya memakai angka 3%, padahal seharusnya dibayar 5%, sementara ke-33 unit tongkang tersebut telah dikeluarkan pihak KSOP Kelas II Samarinda,” bebernya (*)