Home / Nusantara

Kamis, 3 Maret 2022 - 21:49 WIB

Pemberian Gelar Adat Jawa Kepada Pejabat Pemkab Taput Dipertanyakan

Penulis: Dedy Hutasoit

Taput, PERISTIWAINDONESIA.com

“Apa dan siapakah orang Batak itu, Apakah anda orang Batak? Kalau ya, kenapa anda dikatakan sebagai orang Batak? Apakah karena punya marga atau garis keturunan (paternalistik) orang Batak? Atau karena anda dapat berbahasa Batak?” tulis Alesxander Dolok Saribu pada Himpunan Masyarakat Batak Solidaritas, Seni dan Budaya (HIMABAT), Kamis (3/3/2022).

Menurut Alesxander Dolok Saribu, suku bangsa Batak terdiri dari 5 sub suku yaitu: Batak Toba, Simalungun, Karo, Pakpak dan Mandailing.

Kelima sub suku bangsa Batak tersebut memilik bahasa, aksen/logat, tradisi dan adat istiadat masing-masing tetapi memiliki kemiripan tertentu sebagai bentukan dari kondisi dan muatan (geografis) lokal masing-masing.

“Suku bangsa Batak bermukim dan atau berasal dari wilayah Danau Toba dan sekitarnya. Kelima sub suku bangsa Batak tersebut sudah relatip hidup berdampingan dan berbaur secara harmonis dalam tradisi lokal sebagai saudara,” jelasnya.

Alesxander menambahkan, orang Batak adalah individu, kelompok dan atau komunitas yang memiliki seni dan budaya (indentitas diri) sebagai orang Batak.

Indentitas sebagai orang Batak, kata Alesxander, maksudnya adalah memiliki jati diri sebagai orang Batak.

“Memiliki marga, mampu berbahasa Batak dan dapat manortor (tarian daerah) tidaklah cukup menjadikan anda, saya dan mereka atau siapa saja yang mengaku/dianggap sebagai orang Batak dapat disebut sebagai orang Batak sejati. Tentulah, bahasa, senibudaya dan marga yang kita miliki perlu sebagai identitas etnik (kesukuan) kita. Tetapi belumlah cukup untuk menyebut diri kita sebagai orang Batak sejati,” tegasnya.

Apakah jati diri orang batak itu?

Melalui tulisannya Alexander memaparkan beberapa pandangan atau paradigma berpikir yang berbeda mendefinisikan jati diri orang batak.

“Tetapi saya yakin, hakekat utamanya adalah sama. Kesamaan yang dimaksud adalah bahwa jati diri orang Batak menyangkut pemahaman dan praktek hidup sehari-hari terhadap nilai-nilai, norma-norma, etika dan budaya serta tradisi adat istiadat orang Batak. Jadi, inilah hakekat dasar pengetahuan dan pemahaman yang harus diwujudkan (internalisasi nilai dan norma) oleh setiap orang Batak atau keturunan orang Batak. Bicara jati diri sebagai orang Batak adalah bagaimana mengimplementasikan nilai-nilai, norma-norma, etika dan moral budaya masyarakat Batak tersebut,” ucapnya.

Melihat sejumlah Pejabat Tapanuli Utara sepertinya memborong gelar adat Jawa baru-baru ini di Surakarta ataupun di Djogja, mantan anggota DPR RI Tiga Periode DR Capt Anthon Sihombing mengaku sangat sedih.

“Kita sesalkan, dimana timbul pertanyaan dalam diri kita, apakah mereka (para Pejabat) tidak menghargai adatnya sendiri (adat Batak) atau mereka patut diduga mengidap sindrom iferioritas. Artinya, mereka tak bangga dengan budayanya sendiri, tetapi justru lebih senang menyerap budaya asing,” ujar DR Capt Anthon Sihombing.

Promotor Tinju Nasional ini mengaku sangat paham dan mengerti bahasa Jawa, bahkan adat Jawa pun sangat dipahaminya.

“Apabila saya ditawarkan gelar adat Jawa, tentu saya bertanya terlebih dahulu kepada para tokoh-tokoh adat Batak, khususnya pada tokoh adat marga saya sendiri, apakah saya diberi izin untuk menerima gelar adat lain, bukan semau saya,” ujar Anthon.

Jelas Anthon, Tapanuli menuju Wisata Destinasi Danau Toba, tentu memprioritaskan pembangunan di pinggiran Danau Toba bernuansa dan berornamen adat batak. Misalkan, di Samosir selain sebagai pusat tenun juga dibangun Kampung Ulos. Di kawasan Huta Raja juga akan dibangun Rumah Adat Batak Samosir atau Rumah Gorga. Bahkan ruang lingkup penataan perbaikan kondisi rumah gorga dan lingkungannya. Dan Kampung Huta Siallangan merupakan kampung yang terkenal akan batu persidangannya.

“Pantasnya para pejabat tersebut mendukung pembangunan Destinasi Danau Toba berbasis adat Batak di pinggiran Danau Toba, ini malah bepergian ke Surakarta dan Djogja untuk mendapat gelar adat Jawa” kesal Anthon.

Lain halnya ungkapan warga Taput, Benni Tobing. Menurutnya, wajar masyarakat mempertanyakan para Pejabat Pemkab Tapanuli Utara ke Surakarta maupun Djogja, apakah memakai SPPD atau biaya pribadi?

“Hal ini penting dipertanyakan. Tentu ini merupakan tugas Aparat Penegak Hukum (APH) dalam hal penyelamatan uang Negara. Apabila para pejabat menggunakan uang pribadi, apakah mau menghabiskan gaji dan tunjangannya hanya untuk mendapat gelar adat Jawa, serta harus diketahui dengan jelas, apakah pemberian gelar dengan Cuma-cuma atau ada imbalan,” tegas Benni.

Sekda Taput Drs Indra Simaremare MSi belum juga memberikan jawaban saat ditanya perihal keberangkatan Bupati Tapanuli Utara bersama para Pejabat/OPD ke Karaton Kesunanan Surakarta Hadiningrat pada 27 Pebruari 2020?

Sama halnya sejumlah OPD yang ikut dalam rombongan ke Karaton Kesunanan Surakarta Hadiningrat, tidak mau menjawab konfirmasi kru media sampai berita ini dimuat (*)

Share :

Baca Juga

Nusantara

Demo Masyarakat Adat Papua Di Lapago Dipicu Tolak MRP Didalam PANSEL, LMA Desak Mendagri

Nusantara

Nusantara

Buka Pesparani III, Yaqut: Menag Apresiasi Doktrin 100% Katolik 100% Indonesia

Nusantara

Pokok Pikiran Kebudayaan, Upaya Menjaga Kelestarian Adat

Nusantara

HUT KE-15 PESTA PORA SASTRA REBOAN SEBUAH PERJALANAN, SEBUAH PERAYAAN

Nusantara

Hindari Gangguan Kamtibmas, Polisi Gelar Razia

Nusantara

500 Paket Sembako Diserahkan Syah Afandin untuk Kaum Dhuafa di 5 Kecamatan

Nusantara

Endang Syah Afandin Hadiri Pembukaan INACRAFT Tahun 2023 di Jakarta