Penulis : Hijrah Syahputra
Singkil | Peristiwaindonesia.com
Sesuai pengamatan dan hasil pelaporan Toro S selaku sekretaris PJIDN Subulussalam, dan Kepala Desa Singkohor beserta para Tetua masyarakat Kecamatan Singkohor Sabtu(22/01/2022).
Mengenai kegiatan dan proyek pembangunan rehab Puskesmas Singkohor Kabupaten Singkil menjadi tanyak masyarakat dikarenakan habis kontrak 2021 namun masih terus berjalan hingga saat ini.
Sesuai pernyataan dari pihak vendor(rekanan) terhadap Kepala Desa dan Para Tetua Masyarakat bahwa itu proyek adalah menggunakan DAK(Dana Alokasi Kerja)sementara yang diketahui Kepala Desa dan Tetua Masyarakat itu proyek menggunakan dana APBN(Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) yang terus dicoret dan dirubah menggunakan spidol setelah Kepala Desa dan Para Tetua Masyarakat mempertanyakan. Padahal menurut aturan secara actual hal tersebut adalah distorsi antara struktur penyedia jasa konstruksi dan struktur pasar.
Secara empiris struktur penyedia jasa konstruksi sebesar 90% didominasi oleh perusahaan kecil dan menengah, sedangkan perusahaan besar hanya boleh beroperasi kurang lebih 10%.
Sebaiknya, struktur pasar konstruksi menunjukkan bahwa 60% adalah pasar kelas kecil, sedangkan pasar kelas besar adalah 40%. Distorsi terjadi karena 60% pasar kelas kecil diperebutkan oleh 90% perusahaan besar.
Kondisi ini secara praktis menyebabkan pelaku usaha melakukan segala macam cara untuk memperebutkan pasar, termasuk melaksanakan korupsi, kolusi dan nepotisme(KKN) dengan pihak pengguna ataupun pemberi kerja yang memberikan proyek. Setelah KKN, alih-alih cepat mendapatkan dan menyelesaikan proyek tanpa ada pemikiran dari kedua belah pihak akan hasil efek ataupun kerugian yang akan disebabkan atas proyek tersebut.
Banyak Praktik Jasa Konstruksi baik dari pemberi kerja ataupun pelaksana yaang memandang sebelah mata kontrak kerja yaitu hanya sebatas pembayaran dan panduan transaksi saja tanpa berpikir lebih panjang mengenai kerugian yang terjadi akibat dari dampak yang dilakukan
Contohnya dari sudut pemberi kerja, kontrak hanya digunakan untuk menakut-nakuti pihak lawan agar mematuhi prestasi yang ada, demi meraup keuntungan sebanyak-banyaknya dalam memperkaya diri, dan pandangan hal tersebut adalah keliru.
Setiap proyek konstruksi, pelaksanaan pekerjaan dan pembayaran yang dilakukan oleh para pihak, mulai dari pemberi kerja, kontraktor dan lain-lain adalah hubungan kontraktual, dimana hubungan hukum dan komersial diantara para pihak tersebut didasarkan oleh dokumen kontrak,yang sebelum diikat dipaparkan akan segala resiko yang diakibatkan sebelum kesepakatan antara kedua belah pihak.
Contohnya jasa konstruksi mesti memuat klausul-klausul penting seperti lingkup kerja, masa pertanggungan, hak dan kewajiban, mekanisme pembayaran, analisis dampak,serta tanggung jawab jika salah pihak telah melakukan wan prestasi.
Permasalahan mengenai pertanggungjawaban kontraktual inilah yang menjadi permasalahan dasar dari pemberitaan ini dibuat papar sekretaris PJIDN Subulussalam.
Dan sesuai kelalaian antar kedua belah pihak maka dikaitkan Undang-undang nomor 2 tahun 2017 tentang jasa konstruksi(“UU Jasa Konstruksi 2017”)hanya mengatur bahwa Penyedia Jasa(Kontraktor)wajib menyerahkan hasil kerja secara tepat biaya dan tepat waktu dalam kontrak kerja.
Penyedia Jasa yang tidak memberikan hasil kerja tepat biaya dan atau tepat waktu tersebut dapat dikenakan biaya ganti rugi sesuai dengan kesepakatan dalam kontrak kerja konstruksi.
Kerugian akibat wan prestasi yang dilakukan kontraktor ataupun pemberi pekerjaan tersebut yang menyebabkan kegagalan bangunan dapat dikenakan sanksi sesuai ketentuan perundang-undangan nomor 2 tahun 2017 dan nomor 11 tahun 2020, tutup sekretaris PJIDN Subulussalam.