Penulis : Sukma Panjaitan
Tangerang Selatan, PERISTIWAINDONESIA.com |
Ratusan Buruh yang tergabung dalam Pengurus Komisariat Serikat Buruh Sejahtera Indonesia 1992 (PK SBSI 1992) PT Sinar Central Sandang (SCS) mengawal perundingan tripartit dengan pihak manajemen PT SCS, Senin (13/07/2020) di dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kota Tangerang Selatan (Tangsel).
Dalam pelaksanaan tripartit ke-1 ini sebanyak 200 anggota SBSI 1992 PT SCS dengan dikawal aparat Kepolisian terlihat tertib dan tetap menjaga protokol kesehatan Covid19 berkumpul di halaman Disnaker Tangsel. Perundingan tripatrit ke-1 antara Buruh PT. SCS dengan Manajemen PT. SCS terkait mediasi penutupan perusahaan serta pembayaran upah dan nasib buruh selanjutnya.
Di kesempatan itu, PK SBSI 1992 PT SCS menuntut agar PHK sepihak mengacu pada Undang-Undang Ketenagakerjaan. PK SBSI 1992 juga meminta supaya mereka di pekerjakan kembali. Akan tetapi, proses mediasi Antara kedua belah pihak yang bertikai tidak menghasilkan kesepakatan dan akan dilanjutkan dengan tripatrit ke-2.
Usai perundingan, Tim LBH SBSI 1992 kepada anggota PK SBSI 1992 PT SCS berjanji akan berjuang terus sampai keadilan ditemukan dan hak–hak Buruh terpenuhi.
Dikatakan, pemotongan gaji Buruh oleh perusahaan dengan alasan Covid-19 dilakukan tanpa perundingan. Oleh karena itu, keputusan sepihak manajemen PT SCS itu dapat dikualifikasi sebagai pelanggaran terhadap Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Ironisnya lagi, pengumuman pemotongan tersebut disampaikan pada saat Buruh di rumahkan, tanpa ada kesepakatan terlebih dahulu antara pengusaha dengan Pekerja/Buruh, sebagaimana diatur dalam Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/3/HK.04/III/2020 tentang Perlindungan Buruh/Pekerja dan Kelangsungan Usaha dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Covid-19.
“Tindakan seperti ini dapat dinyatakan sebagai bentuk kesewenang-wenangan dan bertentangan dengan Surat Edaran Menteri Tenagakerja,” pungkasnya.
Selain itu, kata LBH SBSI 1992, itikad tidak baik dari Perusahaan juga sudah terlihat saat proses perundingan, sebab pihak PT SCS tidak membawa bukti-bukti dan Surat Kuasa.
Pihak Buruh menolak pernyataan PT SCS tutup karena kerugian 2 tahun berturut-tutut.
“Kerugian dua tahun berturut-turut disampaikan tidak berdasar karena tanpa bukti. Maka itu, kita menolak alasan penutupan karena covid. Apalagi selama covid sampai dengan Mei perusahaan masih melakukan kegiatan usaha, sehingga seluruh karyawan masih berhak atas hak-haknya selama PT SCS masih beroperasi,” tandasnya.
Pihak Buruh juga menilai ketidaknetralan mediator dalam proses perundingan ini. Pasalnya, mediator dari Dinas Ketenagakerjaaan tidak tegas meskipun perwakilan PT SCS terkesan menyepelekan perintah untuk membawa bukti-bukti dan dokumen pendukung.
Lebih parah lagi, masuknya oknum Pengawas Ketenagakerjaan ke dalam ruangan perundingan padahal acara proses perundingan Tripartit.
“Ini menunjukan ketidakprofesionalan Dinas Ketenagkerjaan. Tugas dan fungsi Pengawas itu bukan mediasi. Hal ini sangat kita sayangkan,” tandas Tim LBH SBSI 1992 PT SCS (*)