Penulis: Marjuddin Nazwar
Jakarta, PERISTIWAINDONESIA.com |
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas hari ini melantik Prof. Dr. Hairunnas, M. Ag dan Dr. I Wayan Wirata, A. Ma., S.G., M.Si masing-masing sebagai Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Syarif Kasim Riau dan Rektor Institut Agama Hindu Negeri (IAHN) Gde Pudja Mataram.
Hadir sebagai saksi, Sekjen Kementerian Agama Nizar dan Dirjen Pendidikan Islam Muhammad Ali Ramdhani.
Menag mengatakan, untuk melaksanakan pendidikan tinggi yang bermutu dan manajemen yang akuntabel perlu tata kelola perguruan tinggi yang baik dan kepemimpinan yang berkualitas.
“Seorang Rektor atau Ketua Sekolah Tinggi harus bisa memadukan pendekatan filosofis keilmuan dengan pendekatan manajerial profesional dalam penyelenggaraan penguruan tinggi,” kata Menag di Jakarta, Rabu (19/05/2021).
Menurutnya, Perguran Tinggi harus diurus dengan berdasarkan prinsip-prinsip pengetahuan universal. Perguruan Tinggi harus menjadi tiang kebebasan dan perdebatan, karena ia harus mencari kebenaran dan keadilan dengan keberanian.
“Kritik sebagai daya hidup Perguruan Tinggi harus dijamin dan dijaga, karena memang hanya dengan itulah sebuah Perguruan Tinggi menjadi Perguruan Tinggi. Kritik tidak boleh dipasung,” tandasnya.
Menag menegaskan, suatu kemunduran apabila Perguruan Tinggi justru dikelola dengan basis primordial, suatu kemunduran apabila kehidupan Perguruan Tinggi dipenuhi dengan mental birokrat yang “menjilat ke atas-menekan ke bawah”.
“Sungguh suatu kemunduran apabila Perguruan Tinggi lebih banyak mengedepankan kekuasaan birokrasi ketimbang sikap akademis,” tegasnya.
Menag mengingatkan, bahwa semua yang ada di dalam Perguruan Tinggi terikat oleh suatu etika bersama yakni etika akademik.
“Itu sebabnya orang menyebut kita dengan Civitas Academica yang artinya warga akademis. Warga yang dipersatukan sebagai pekerja ilmu,” ujarnya.
Disampaikannya, civitas academica tidak boleh diubah menjadi Civitas Familia, apalagi diubah menjadi Civitas Potestas yang mengandalkan kekuasaan pribadi.
“Di dalam Perguruan Tinggi yang baik, segala percakapan di dalamnya mesti berbasis pada logika keilmuan,” tuturnya.
Dalam kaitan dengan substansi pelaksanaan tugas, Menag meminta pimpinan Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri (PTKN) harus mampu menjadi poros utama dan berkontribusi nyata atas implementasi 7 kebijakan prioritas Kementerian Agama, yaitu: penguatan moderasi beragama, transformasi digital, revitalisasi KUA, Cyber Islamic University, kemandirian pesantren, Tahun Toleransi 2022, religiosity index.
Menag mengajak pimpinan PTKN untuk terus menggelorakan semangat baru pengelolaan Perguruan Tinggi keagamaan seiring dengan semangat baru Kementerian Agama.
“Jauhkan Perguruan Tinggi dari perilaku plagiarisme dan praktik-praktik transaksional dalam penempatan jabatan maupun pelaksanaan program. Jaga baik-baik institusi dengan komitmen keilmuan, moral, dan tanggung jawab kepada Tuhan,” pesan Menag (*)