Penulis: WH Butarbutar
Simalungun, PERISTIWAINDONESIA.com |
Proyek pembangunan penyediaan Sarana dan Prasarana (Sarpras) dan pembangunan saluran drainase milik PUPR Direktorat Jenderal Bina Marga Satuan Kerja Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional wilayah Sumatera Utara, menuai protes dari warga Jalan Sisingamangaraja, Kecamatan Girsang Sipangan Bolon Kabupaten Simalungun.
Pasalnya, proyek pembangunan penyediaan Sarpras dan pembangunan saluran drainase tersebut sudah beberapa kali ‘mengancam’ keselamatan pejalan kaki.
Selain itu, pelaksanaannya juga dikerjakan pada malam hari sehingga mutu pekerjaan diduga tidak memenuhi standart atau asal jadi.
Hal tersebut diungkapkan salah seorang warga setempat bermarga Sirait. Warga ini mengaku bahwa lantai drainase tidak dibuat sama sekali, dilakukan pengacian dan lantainya juga hanya sebelah diplester, sedangkan sebelahnya lagi dibiarkan begitu saja. Kumudian pada malam hari dilakukan pengecoran dibagian atas.
“Bagaimana mau tahan lama pembangunan drainase ini, kalau dikerjakan seperti ini. Lihat itu, lantainya saja tidak diaci. Bayangkan kondisinya nanti pada saat hujan turun, air dari atas pasti deras. Ini contoh lantai drainase bagian atas, sudah banyak yang hancur, bagaimana lagi lantai yang tidak diplester dan plang proyek juga sejak awal tidak dipasang sehingga pekerjaanya diduga asal jadi dan terindikasi terjadi ajang korupsi,” ujar Marga Sirait dilokasi proyek, Minggu (1/11/2020).
Sirait meminta kepada PUPR Pusat atau aparat Penegak Hukum untuk segera memeriksa proyek pembangunan penyediaan sarana dan prasarana (Sarpras) atau saluran drainase yang berada di sepanjang jalan Sisingamangaraja ini.
“Sebenarnya, warga jalan Sisingamangaraja sudah satu bulan yang lalu resah atas keberadaan proyek ini, karena pengerjaan proyek lama penyelesaiannya dan sempat berhenti alias mangkrak,” sesal Sirait.
Hasil investigasi awak media di lapangan, selain pengerjaan proyek menuai protes dari warga sekitar, desain saluran begitu juga parit pasangan belum seratus persen di plester (Aci), namun sudah ditutup atau dilakukan pengecoran parit oleh Kontraktor. Seharusnya lantai di Aci dulu, lalu ditutup (Cor) pakai plat besi.
Para pekerja proyek juga tidak dilengkapi Alat Pelindung Diri dan Keselamatan Kerja (APD K3), yang fungsinya untuk menghindari resiko korban kecelakaan kerja. Dengan kata lain, APD merupakan perlengkapan wajib yang harus digunakan saat bekerja.
“Mestinya dari awal dikerjakan plang proyek dipasang agar masyarakat paham. Padahal, transparansi anggaran sudah menjadi keharusan dilaksanakan oleh pemborong sesuai UU nomor 14 tentang Keterbukaan Informasi Publik,” gerutu warga (*)