Penulis: Dedy Hutasoit
Taput, PERISTIWAINDONESIA.com
Sejumlah warga pemilik lahan jalan lingkar Siborongborong merasa dibodohi dan diintimidasi dalam proses ganti rugi lahan milik mereka, karena itu mereka sepakat untuk menempuh jalur hukum untuk mendapatkan kembali hak-hak mereka.
Hal ini terungkap dalam pernyataan mereka yang berhasil dirangkum kru media ini dari berbagai sumber.
Salah seorang pemilik lahan DR Capt Anthon Sihombing mengakui, pada tahun 2017 semasa menjabat anggota DPR RI pembangunan jalan Lingkar Siborongborong telah diusulkan pemerintah, namun ditolaknya karena belum ada pelepasan lahan dari masyarakat.
Hal ini disampaikan anggota DPR RI Tiga Periode ini dihadapan warga dan Advokad Roy Binsar Siahaan, Selasa (11/1/2022) di Siborongborong.
Menurut Dewan Pakar DPP Partai Golkar ini, pada tahun 2018-2019 kembali diusulkan pemerintah, namun kembali ditolaknya lantaran belum diadakan pelepasan hak kepada para pemilik lahan.
“Setelah saya tidak anggota DPR RI lagi, pada tahu 2020 tiba-tiba lahan saya sudah ditraktor dan saya hubungi pihak Kementerian PUPR supaya dihentikan, namun pada tahun 2021 lahan saya tetap juga ditraktor, tanpa ada biaya ganti rugi,” ujar mantan promotor tinju nasional ini kecewa.
Menurutnya, sikap dan tindakan pihak Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara ini sangat arogan dann tergolong sewenang-wenang.
“Sepertinya mereka tidak berpendidikan. Sebab tidak memahami isi PP Nomor 19 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum dan UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, sesal DR Capt Anthon Sihombing.
Karena itu, Anthon Sihombing menilai apa yang dikerjakan pihak pemerintah ini merupakan sikap sewenang-wenang dan mengedukasi masyarakat dalam kebodohan melalui metode-metode penindasan.
Diharapkannya, hak-hak masyarakat diberikan berdasarkan aturan yang telah dibuat pemerintah.
“Masa untuk saya (ganti rugi lahan) diberikan, sedangkan kepada warga tidak begitu (pembodohan), walaupun uang ke saya itu masih dititipkan di PN Tarutung,” kata Anthon Sihombing penuh tanya.
Disampaikannya, dia dan warga pemilik lahan lainnya sangat mendukung program pembangunan yang telah dicanangkan oleh pemerintah, namun proses penyelenggaraan pengadaan tanah seharusnya sejalan dengan aturan yang telah ditetapkan oleh Negara.
Sementara itu, masyarakat Desa Sitabotabo Toruan Rindu Nababan kepada sejumlah Media di Rumah Makan Simorangkir di Jalan Lintas Sipahutar mengatakan, saat ini permasalahan terkait biaya ganti rugi lahan jalan lingkar Siborongborong menjadi pembahasan besar ditengah-tengah masyarakat Kecamatan Siborongborong.
Warga Siborongborong mulai memahami adanya indikasi pembohongan, penindasan dan perampasan terhadap hak masyarakat pemilik lahan.
“Biaya ganti rugi atas lahan kami di Desa Sitabotabo Toruan untuk pembangunan jalan lingkar Siborongborong tidak diberikan, namun hanya diberikan Piagam Penghargaan dari Bupati Tapanuli Utara Drs Nikson Nababan MSi. Dan itupun disampaikan oleh perangkat desa, bukan secara langsung oleh Bupati,” bebernya.
Untuk itu, warga memberikan kuasa kepada Roy Binsar Siahaan SH untuk menuntut hak-hak mereka selaku masyarakat pemilik lahan.
“Sepertinya kami selama ini tertipu atas bujuk rayu dan dugaan tindakan intimidasi melalui pertanyaan surat dengan judul “mendukung pembangunan dan menolak pembangunan”, kemudian warga dihimbau untuk menandatangani,” sebutnya.
Di kesempatan itu, Advokad Roy Binsar Siahaan SH mengatakan akan mengambil sikap tegas sesuai dengan aturan, dimana sesuai PP Nomor 19 Tahun 2021 diuraikan tentang tahapan yang harus dilaksanakan dalam proses pelepasan tanah dari masyarakat.
“Namun setelah kita mendengar keterangan dari masyarakat pemilik lahan, sepertinya mereka di intimidasi. Pihak Kepala Desa dan perangkat desa menjumpai masyarakat pemilik lahan serta menyodorkan surat untuk ditandatangani dengan dua metode pertanyaan, “mendukungkah atas pembangunan jalan lingkar atau menolak?” Dua pertanyaan yang disebutkan pada dua surat yang disodorkan disuruh untuk dipilih, apakah menandatanganinya atau menolak,” ujarnya.
Atas adanya fakta hukum yang terjadi seperti itu, menurut Roy Binsar Siahaan, maka patut diduga terjadi pelanggaran pada UU No 39 Tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia.
“Keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh Negara,” terangnya.
Kemudian, pihak Pemkab Tapanuli Utara dinilai tidak menjalankan tahapan yang sudah ditentukan oleh negara berdasarkan UU No 2 Tahun 2012 dan PP No 19 Tahun 2021.
“Saya tegaskan disini, bahwa masyarakat pemilik lahan sangat mendukung program pembangunan yang telah digagas pemerintah, namun proses pengadaaan tanah harus dijalankan sesuai Peraturan Pemerintah dan Undang Undang,” jelas Roy Binsar Siahaan (*)