Penulis: Sri Karyati
Jayapura, PERISTIWAINDONESIA.com
Sekretaris Umum Tim Pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOB) Provinsi Pegunungan Tengah Papua, Briyur Wenda, memastikan bahwa kelompok pendemo tolak DOB pada tanggal 28 Maret 2022 lalu tidak mewakili masyarakat asli kabupaten Lanny Jaya.
“Aksi demo penolakan pembentukan daerah otonomi baru Provinsi Pegunungan Tengah Papua tidak mewakili masyarakat asli kabupaten Lanny Jaya,” kata Briyur Wenda, Kamis (31/3/2022) di Jayapura.
Menurutnya, setelah melihat sejumlah dokumentasi pelaksanaan demo tersebut, maka sebagai anak asli kabupaten Lanny Jaya, Briyur Wenda mengaku kenal penduduk asli Kabupaten Lanny Jaya.
“Saya sangat kenal betul masyarakat di kabupaten Lanny Jaya, sehingga bisa dipastikan massa pendemo penolakan DOB di Lanny Jaya sebagian besar dilakukan oleh warga yang bukan penduduk asli Kabupaten Lanny Jaya, bahkan tak sedikit peserta demo penolakan DOB dimobilisasi dari luar kabupaten Lanny Jaya,” tegasnya.
Selain itu, kata Briyur Wenda, penolakan DOB di Lanny Jaya tidak sesuai dengan apa yang disebar di media sosial.
“Saya sebagai anak asli tahu dan kenal orang-orang Lanny Jaya, dan saya pastikan dari dokumen yang ada, yang ikut demo kebanyakan adalah orang-orang dari luar Lanny Jaya, bahkan ada juga anak-anak yang dipaksa ikut berdemo. Ini sudah sangat jelas, ada aktor intelektual yang memotori demo tersebut, sangat miris, sebab saya tahu bahwa masyarakat Lanny Jaya tidak seperti itu,” ungkap Briyur Wenda.
Lanjut Briyur Wenda, masyarakat Lanny Jaya yang tersebar di 39 distrik dan 355 kampung sangat mendukung adanya perubahan besar di wilayah adat Lapago, khususnya di Pegunungan Tengah Papua.
Hal tersebut dapat terwujud, menurut Briyur Wenda, dengan memperpendek rentang kendali pemerintahan, dengan dibentuknya DOB yang sesuai dengan karakteristik dan kebudayaan masyarakat asli Pegunungan Tengah Papua.
“Masyarakat Lanny Jaya sangat merindukan perubahan besar dalam pembangunan di wilayah Pegunungan Tengah. Kami sebagai tokoh intelektual Lanny Jaya tengah mendorong dilakukannya pemekaran DOB Provinsi Pegunungan Tengah Papua sebagai solusi percepatan pembangunan, dan dengan adanya pemekaran, maka saya optimis akan terjadi peningkatan kualitas hidup masyarakat melalui bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan, pembangunan dan lain sebagainya, dan hal ini sudah diatur dalam Undang Undang Otsus Papua,” terangnya.
Disinggung mengenai adanya kelompok massa yang menolak pemekaran daerah, Briyur Wenda tidak menampiknya.
Menurutnya, hal itu wajar-wajar saja, asalkan mereka (kelompok massa, red) bisa menyampaikan argumen dan solusi percepatan pembangunan yang bisa dilaksanakan diluar proses pemekaran daerah.
“Kita siap untuk menyampaikan argumennya, kenapa pemekaran wilayah Pegunungan Tengah Papua itu sangat penting untuk dilaksanakan,” imbuhnya.
Briyur Wenda mengaku tidak mempermasalahkan kelompok massa penolak DOB, namun dia meminta agar kelompok tersebut dapat memberikan alasan penolakannya secara ilmiah.
“Tolong jelaskan argumennya secara gamblang, jangan hanya berteriak menolak, tapi tidak ada solusi. Ingat, kami anak asli Papua ingin melihat daerah pegunungan Papua juga bisa maju dan berkembang seperti daerah lainnya di Indonesia. Solusinya hanya pemekaran. Itu yang bisa memperpendek kendali pemerintahan dari provinsi ke kabupaten/kota di dalamnya,” jelas Briyur Wenda.
Mantan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Nabire ini meminta masyarakat tidak perlu risau dengan adanya penolakan-penolakan yang terjadi belakangan ini.
“Yang jelas, animo masyarakat untuk mewujudkan terbentuknya provinsi Pegunungan Tengah Papua sangat tinggi. Ini dibuktikan dengan sambutan hangat masyarakat ketika Ketua Komisi II DPR RI berkunjung ke Wamena awal Maret lalu dan menerima aspirasi pemekaran wilayah Provinsi Pegunungan Tengah Papua,” tandasnya (*)