Penulis: Sri Karyati
Jakarta, PERISTIWAINDONESIA.com |
Pemerintah pusat dan aparat penegak hukum didesak untuk berhenti menghembuskan isu korupsi dana Otonomi Khusus (Otsus) Papua sebagai alat intimidasi pemerintah pusat terhadap pejabat di Papua.
Hal ini disampaikan Anggota DPR RI asal Papua Komarudin Watubun, Senin (15/3/2021) di Jakarta.
Menurutnya, isu korupsi yang digunakan ini dinilai hanya untuk merendahkan martabat orang asli Papua (OAP)
“Saya catat mulai dari saat Menteri Polhukam Luhut Panjaitan hingga Menko Polhukam Mahfud MD memainkan isu korupsi. Beberapa kali mereka memainkan isu korupsi dana triliunan hanya untuk memunculkan opini saja,” katanya dalam Seminar Nasional Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) dengan tema ‘Optimalisasi Penyelenggaraan Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat dalam Rangka Akselerasi Pembangunan dan Peningkatan Kesejahteraan Rakyat’ yang dilakukan secara kombinasi.
Menurut Komarudin, seharusnya pemerintah melakukan penegakan hukum dalam isu korupsi dana Otsus Papua ketimbang menyebarkan opini buruk tentang masyarakat Papua.
“Kalau ada korupsi dana Otsus, tangkap dan penjarakan. Tidak usah bikin pengumuman. Toh tidak ada juga orang yang ditangkap. Tolong kata korupsi jangan jadi opini, namun harus fakta,” tegasnya.
Disampaikannya, masyarakat Papua saat ini tengah menunggu hasil penyelidikan Kepolisian RI yang beberapa waktu lalu menyatakan ada korupsi Dana Otsus hingga Rp1,8 triliun.
“Pemerintah Provinsi Papua sudah menyatakan kesiapannya untuk diperiksa terkait dugaan penyalahgunaan dana tersebut. Kita tunggu hasil konkretnya. Kalau tidak ada tindak lanjutnya, saya curiga ini hanya menjadi alat intimidasi,” ujarnya.
Guru Besar IPDN Sadu Wasistiono menyebutkan, dalam merevisi UU Otsus Papua dalam waktu dekat, seharusnya pemerintah melakukan evaluasi secara komprehensif mengenai penggunaan dana otsus.
Dari evaluasi tersebut, semua pihak bisa mengetahui apa saja yang menyebabkan penggunaan dana otsus tersebut tidak optimal.
“Kalau dari evaluasi tersebut ternyata ada persoalan, baru kita cari solusinya. Apakah ini persoalan kewenangan atau masalah pelanggaran. Apalagi yang akan berakhir dalam waktu dekat adalah dana otsus, bukan Otsus Papuanya,” ujarnya.
Sayangnya, menurut Sadu, pemerintah dan para stakeholder yang lain malah sibuk membahas isu lain yang justru mengabaikan isu mengapa dana otsus tidak efektif.
“Padahal kalau evaluasi dana otsus dibahas dulu, kita bisa paham kebijakan apa yang harusnya digunakan untuk Papua,” jelasnya.
Tumpang tindih
Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri Akmal Malik menyebutkan selama ini terjadi masalah dalam implementasi UU No.21/2001 tentang Otsus Papua.
“Setiap K/L di pemerintah pusat dinilai bertindak sesuai kepentingan sektornya sendiri. “Seringkali kepentingan K/L ini berbenturan dengan kepentingan lokal,” ujarnya.
Diakuinya, pihaknya sering mendapat keluhan dari Pemerintah Provinsi Papua yang menuduh Kemendagri menghambat Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) yang dibuat pemerintah lokal.
Rancangan Perdasus tersebut, ungkap Akmal, ternyata berbenturan dengan regulasi yang ada di K/L yang membuat tidak bisa dieksekusi.
“Ini persoalan yang kita hadapi. Harusnya seluruh K/L bisa ikut menyelesaikan masalah ini bersama,” jelasnya.
Terkait dengan penegakan hukum dalam penyelesaian konflik, Akmal juga mengungkapkan ada persoalan yang harus diselesaikan segera.
“Sebenarnya masyarakat Papua sudah mempunyai mekanisme secara kultural untuk menyelesaikan konflik. Namun regulasi di tingkat pusat ternyata mendistorsi kewenangan adat,” pungkasnya (*)