Penulis: Beta Sulata
Kapuas Hulu, PERISTIWAINDONESIA.com |
Hasil Bipartit ke-2 (Perundingan Serikat Pekerja – Pengusaha) antara SBSI 1992 – PT Persada Graha Mandiri (PT PGM) unit KHLE Penai kecamatan Silat Hilir, Kabupaten Kapuas Hulu, Propinsi Kalimantan Barat, hingga hari ini belum menemukan kesepakatan bersama.
Pihak PT PGM belum bisa memberikan kepastian pembayaran atas pesangon 38 buruh yang di PHK sepihak sebagaimana tuntutan yang diajukan SBSI 1992 pada Bipartit 1 (2/5/2023) lalu.
Pada Bipartit ke-2 ini, pihak PT PGM – SBSI 1992 masih sarat perdebatan, khususnya mengenai status 38 karyawan sebelum di PHK.
Hal status ini penting, sebagai dasar penentu apakah 38 karyawan PHK ini wajib untuk mendapatkan pesangon atau tidak.
Perusahaan pada bipartit ke-2 ini masih tetap pada pendiriannya bahwa 38 karyawan sebelum di PHK adalah pekerja harian lepas atau pekerja yang berubah – ubah.
Menurut pihak perusahaan, dengan masih status harian lepas maka Buruh tidak akan mendapatkan pesangon, namun kompensasi.
Selain itu, perusahaan juga menyebut PHK terjadi dengan alasan efisiensi, namun pihak perusahaan tidak mampu menunjukkan dasar hukum atas efisiensi yang dimaksudkan perusahaan.
Padahal, dalam pasal 43 PP 35/2021 jelas disebutkan bahwa efisiensi dilakukan atas dasar perusahaan merugi dan atau mencegah terjadinya kerugian.
Demikian Ketua DPD SBSI 1992 Kalimantan Barat, Lusminto Dewa menjelaskan hal ini awak media, Selasa (30/5/2023) di Pontianak.
Dewa melanjutkan, Bipartit ke-2 yang di gelar di ruang rapat perusahaan itu, dihadiri langsung Ketua MPD SBSI 1992 Jesman Sianturi, dan yang mewakili Polres Kapuas Hulu Kabag Ops AKP Edhi Tarigan. Kasat Intel dan para staf yang aktif terlihat merekam acara tersebut.
Sejumlah pengurus SBSI 1992 Kapuas Hulu dan PK serta perwakilan 38 korban PHK turut terlihat hadir dalam pertemuan tersebut.
Dari pihak perusahaan, nyaris lengkap, mulai dari RC, GM, dan pihak yang berkompeten menangani PHK namanya Erlangga, moderator, Agustinus Nainggolan.
Menurut pak Dewa biasa disapa, Bipartit 2 tersebut sarat perdebatan khususnya mengenai status 38 karyawan, pesangon dan dasar PHK.
SBSI 1992 pada 3 topik pokok diskusi tersebut, menunjukkan dasar dasarnya, mulai dari Kepmennaker No 100 /2004, Bab V pasal 5 poin 3 yang jelas menerangkan perjanjian kerja harian.
PP 35/2021 dan UU No 13/2003 tentang pesangon.
Namun dibantah pak Erlangga dengan penafsirannya sendiri, termasuk mengatakan perusahaan dapat menerima atau mempekerjakan karyawan di PT PGM dengan lisan, ada rekamannya, ujar Dewa.
Khusus mengenai diskusi status karyawan, dalam ruangan, ibu Emelia Simin, perwakilan 38 karyawan menolak dihitung 20 hari kerja, bahkan bersumpah bahwa mereka bekerja 21 hari.
Menurut Emelia Simin, dirinya sudah bekerja selama 15 tahun di PT PGM, yakni bekerja dari 2009 – 2022.
Saat di PHK, katanya, hanya diberi kompensasi Rp8 Juta.
“Ya, saya jelas menolaklah,” ungkapnya.
Jadi masih banyak hal yang membuat bipartit ke-2 ini tidak menemukan solusi, namun SBSI 1992, dalam hal ini masih optimis bahwa pihak perusahaan akan berubah pikirannya
“Kami dari SBSI 1992, meski merasa belum menemukan titik terang pada saat itu, tetap akan menyampaikan perhitungan pesangon 38 PHK itu berdasarkan UU 13/2003,” ujar Jesman Sianturi seraya menyerahkan perhitungan tuntutan Buruh.
Memang dalam clossing statemen (penutup) RC perusahaan dan moderator Agustinus Nainggolan mengatakan bahwa dalam waktu dekat akan menyampaikan hasil diskusi dan respon perusahaan kepada SBSI 1992 dalam hal penyelesaian PHK tersebut.
Di kesempatan itu, pihak SBSI 1982 mengusulkan menunggu jawaban untuk jangka waktu menunggu 7 hari kerja.
“Dan apabila 7 hari kerja belum ada pemberitahuan ke SBSI 1992, maka kami akan meningkatkan peran yakni meminta para pihak / tokoh masyarakat menyikapi perkara ini,” tegas Lusminto Dewa.
Lebih lanjut dikatakan Dewa, kedatangan massa yang lebih besar tersebut dalam istilah hukum positif negara disebut, Restorative Justice.
Sementara Edhi Tarigan, Kabag Ops Polres Kapuas Hulu, pada acara penutupan Bipartit ke-2 tersebut, pertama-tama mengapresiasi kedua belah pihak yang menjaga keamanan dalam melaksanakan kegiatan itu.
Kedua, pihaknya berharap untuk menindaklanjuti Bipartit 2 ada solusi yang terbaik yang di capai kedua pihak.
Ketiga, tetap menahan emosi masing – masing dalam perdebatan dan menghindari berpendapat merugikan pihak lain.
Untuk diketahui SBSI 1992, Kalimantan Barat, pada (29/5/2023) melaksanakan demo damai ke perusahaan PT PGM lantaran perusahaan itu tidak menepati janji Bipartit ke-1 pada (2/5/2023)
Aksi demo damai diawali dengan berdoa, menyanyikan Mars SBSI 1992, yel – yel dan orasi.
Aksi demo damai sekitar 40 orang terdiri dari pengurus SBSI dan para anggota korban PHK di halaman kantor PT PGM, dikawal 200-an Polri Resort Kapuas Hulu, dibawah pimpinan Kabag Opa AKP Edhi Tarigan.
Usai orasi mengenai hak – hak buruh, PHK sepihak dan pesangon, pihak perusahaan mengajak pihak SBSI 1992 berdiskusi (Bipartit 2) di ruang rapat perusahaan itu (tim)