Penulis: Paulus Witomo
Jakarta, PERISTIWAINDONESIA.com |
Aktivis Buruh Abednego Panjaitan menyoroti kebijakan pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19 di Indonesia.
“Banyak sekali kebijakan pemerintah saat ini yang kami anggap tidak berpihak terhadap masyarakat khususnya bagi kalangan Buruh, sehingga melukai rasa keadilan masyarakat. Misalnya saja, calon penumpang pesawat yang sudah vaksin dosis pertama diharuskan menunjukkan surat keterangan hasil negative tes RT-PCR yang sampelnya diambil maksimal 2×24 jam sebelum keberangkatan. Padahal biaya RT-PCR sangat mahal berkisar Rp790.000 s/d Rp900.000,” kata Abednego Panjaitan, Rabu (11/8/2021) di Jakarta.
Menurut Sekretaris Jenderal DPP Relawan Doakan Jokowi Menang (DJM) Satu Kali ini, pemerintah pusat dan pemerintah yang berada di bawahnya seyogianya sinkron dan aspiratif ketika membuat kebijakan penanganan pandemi Covid-19.
“Jikalau penumpang pesawat harus PCR, maka penumpang Ojol dan moda transportasi lainnya juga harus PCR dong. Kebijakan harus sama rata dan tidak boleh diskriminasi,” ungkapnya.
Disampaikan pengurus DPP Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) 1992 ini, seharusnya pemerintah menyediakan RS khusus bagi kaum Buruh yang tidak mampu membayar biaya RT-PCR.
Pasalnya, sebahagian besar Buruh yang merantau ke Jakarta dan Kota-kota besar di Indonesia terpaksa harus menggunakan moda transportasi udara untuk menghadiri pesta pernikahan atau acara pemakaman keluarga dekat mereka di kampung.
Sama halnya kebijakan terhadap ketersediaan sembako dan makanan lainnya, menurut Abednego, jikalau pemerintah tidak bisa memberikan makanan gratis kepada kalangan Buruh yang di rumahkan dan korban PHK, maka setidaknya dapat menjaga harga Sembako dan kebutuhan bahan-bahan pokok lainnya agar tidak naik di pasaran.
“Lha ini harga Beras, Cabai, Tomat, Bawang, Sayur-sayuran dan lain-lain naik tajam di Pasar. Akibat kebijakan PPKM ini pedagang sayur mayur dan buah-buahan tidak bisa masuk ke Jakarta, kalaupun ada maka harganya naik dua kali lipat,” sesal Abednego.
Pemerintah, kata Abednego, semestinya menjaga ketersediaan kebutuhan masyarakat seperti obat-obatan dan kebutuhan hidup lainnya.
“Presiden harus turun langsung mengecek obat ke apotik-apotik dan hasilnya memang tidak ada. Ini kan menjadi bukti bahwa masyarakat tidak mendapatkan rasa keadilan,” terangnya.
Diharapkannya, kritikan yang disampaikan oleh masyarakat jangan langsung ditanggapi miring pemerintah. Sebaliknya, kritikan masyarakat seharusnya dijadikan masukan positif atau sebagai objek kajian dalam mencari solusi dan memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat.
“Setiap kebijakan yang ditelurkan pemerintah akan selalu berimbas kepada seluruh masyarakat. Teman-teman Buruh akan semakin miskin dan terpuruk jikalau kebijakan yang dibuat pemerintah jauh dari rasa keadilan,” tandasnya (*)