Penulis : Sukma Panjaitan
Jakarta, PERISTIWAINDONESIA.com |
Presiden Joko Widodo baru-baru ini menyebutkan Dana Otonomi Khusus (Otsus) yang telah dicairkan oleh Pemerintah sejak tahun 2002-2020 untuk Propinsi Papua dan Papua Barat sebesar Rp.94,24 triliun.
Dari anggaran sebesar itu, 6 (enam) persen dialokasikan untuk pembiayaan bantuan afirmasi kepada Lembaga Keagamaan, Lembaga Masyarakat Adat Asli Papua dan Kelompok Perempuan.
Hal ini merujuk pada pasal 11 ayat (1) huruf e Perdasus Nomor 13 tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Khusus Propinsi Papua Nomor 25 tahun 2013 tentang Pembagian Penerimaan dan Pengelolaan Keuangan Dana Otonomi Khusus (Otsus) disebutkan, “alokasi anggaran untuk pembiayaan bantuan afirmasi kepada Lembaga Keagamaan, Lembaga Masyarakat Adat Asli dan Kelompok Perempuan yang penganggarannya dialokasikan maksimal 6 (enam) persen”.
Hasil investigasi kru Media ini di Papua, baik lembaga keagamaan, Lembaga Masyarakat Adat (LMA) maupun Kelompok Perempuan mengaku tidak pernah menerima bantuan afirmasi dari dana Otsus tersebut.
“Jikalau Rp94 triliun dikalikan 6 persen, maka bantuan afirmasi untuk ketiga kelompok itu sudah Rp5,64 triliun atau Rp112,8 miliar per kelompok. Tapi, anggaran sebesar itu tidak pernah kami dengar. Kami lembaga keagamaan disini tidak pernah menerima bantuan afirmasi dari dana Otsus,” kata sumber Media ini yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Hal senada disampaikan salah seorang Tokoh Adat yang enggan namanya dipublikasikan. Menurutnya, Lembaga Masyarakat Adat sangat ingin kasus Dana Otsus ini dibongkar sampai keakar-akarnya, karena anggaran ini berasal dari keuangan Negara.
“Keuangan Negara harus diselamatkan. Oleh karena itu, kasus dana Otsus ini harus diusut sampai tuntas. Masyarakat berhak menerima bantuan afirmasi dari pembiayaan dana Otsus, namun selama ini hanya dijadikan sebagai ajang menguntungkan diri sendiri dan kelompok pengelola uang itu saja,” sesal sumber media ini.
Tokoh Perempuan Papua juga tidak banyak yang tahu dikemanakan anggaran dana Otsus tersebut. Pada umumnya kalangan Perempuan di Papua meminta aparat Penegak Hukum agar menelusuri aliran Dana Otsus.
Sementara itu, tim Media ini berhasil mengorek informasi dari sumber terpercaya yang bekerja di Kementerian Dalam Negeri. Pada tahun 2018 Dirjen Bina Keuangan Daerah melalui Indra Baskoro telah meminta Gubernur Papua untuk menyerahkan data pengalokasian Dana Otsus untuk pembiayaan bantuan afirmasi kepada lembaga keagamaan, Lembaga Masyarakat Adat Asli dan Kelompok Perempuan, yang dirinci per penerima per Kabupaten/Kota se Propinsi Papua. Akan tetapi, kata sumber, Gubernur Papua belum menyerahkan data yang diminta oleh Kemendagri.
Dewan Pimpinan Pusat LSM Pemberantasan Korupsi Perjudian Narkoba dan Sindikat Mafia (BERKORDINASI) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI untuk segera menindaklanjuti kasus dugaan korupsi dana Otsus ini.
“Kami minta kasus dana Otsus ini diusut tuntas sampai keakar-akarnya. Jikalau terbukti uang Negara ini di korupsikan, maka aparat penegak hukum harus menjebloskan mereka ke penjara supaya menimbulkan efek jera di kemudian hari,” pungkas Sekretaris Umum DPP LSM BERKORDINASI Eno Mariono, Selasa (14/07/2020) di Jakarta (*)