Penulis : Sukma Panjaitan
Jakarta, PERISTIWAINDONESIA.com |
Politikus Partai Demokrat Muhammad Nasir dinilai sudah mencoreng muka partainya ketika marah-marah bak preman dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII DPR RI bersama Holding Pertambangan BUMN, Selasa (30/6/2020).
Hal ini disampaikan Direktur Ekskutif Oversight of Indonesia’s Democratic Policy Satyo Purwanto dalam pesan singkatnya kepada awak media, Selasa (14/7/2020).
Menurutnya, Susilo Bambang Yudhoyono bersusah payah membangun Partai Demokrat dan menjaga citra baiknya. Namun, Nasir mencederai narasi yang dibangun SBY. Ulah Nasir di DPR sangat jauh dari citra baik yang dijaga Partai Demokrat.
“Perilaku M. Nasir ketika RDP tidak mencerminkan Partai Demokrat yang humble dan rasional seperti SBY membangun karakter Partai Demokrat,” kata Satyo
Selain itu, ujar Satyo, kemarahan Nasir juga bertentangan dengan semangat Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) untuk memodernisasi partai.
Padahal Ketum yang baru AHY rutin melakukan komunikasi politik yang efektif ke semua pihak. Namun, kata Satyo, kemarahan Nasir menghancurkan kerja politik AHY menjadikan Demokrat sebagai smart party.
“M. Nasir ini akan jadi beban historis,” sebut mantan Sekjen Pro Demokrasi itu.
Senada, Pengamat politik Emrus Sihombing mengkritik keras sikap anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Muhammad Nasir dalam RDP Komisi VII bersama Holding Pertambangan BUMN.
Menurutnya, tindakan Nasir dalam rapat itu tidak beradab dan bertentangan dengan nilai Pancasila. Apalagi, Nasir menujukkan kemarahan dalam rapat tersebut.
“Saya kira sebagai anggota dewan tidak perlu marah-marah. Kalau pun ada yang marah di negara lain, tidak perlu ditiru. Kita, kan, negara beradab. Coba lihat Pancasila sebagai dasar negara adalah kemanusiaan yang adil dan beradab. Apakah marah itu beradab,” kata Emrus.
Selain marah-marah saat rapat di DPR, Nasir juga dikenal kontroversial karena ulahnya. Nasir pernah diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi atas kasus dugaan suap dan gratifikasi yang menjerat anggota Komisi VI DPR Fraksi Golkar Bowo Sidik Pangarso.
Nasir diperiksa KPK pada Senin (1/7/2019), dan tim penyidik KPK menggeledah ruang kerjanya pada 4 Mei 2019.
Bowo Sidik diperkirakan menerima suap sebanyak tujuh kali dengan total senilai Rp 8 miliar dari PT. Humpuss Transportasi Kimia (PT. HTK).
Juru Bicara KPK Ali Fikri memastikan akan menindaklanjuti kasus dugaan suap yang menjerat politikus Partai Golkar Bowo Sidik Pangarso dari rekannya Politikus Partai Demokrat M Nasir. Ali Fikri mengatakan, hingga saat ini penyidik masih menyelidiki dugaan gratifikasi M Nasir kepada Bowo Sidik.Menurutnya, jika bukti-bukti sudah dianggap cukup, tentu KPK akan menindaklanjuti.
Pada Januari 2020, Nasir secara terang-terangan meminta jatah corporate social responsibility atau CSR kepada PT Pertamina (Persero). Permintaan itu disampaikan Nasir dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar Komisi VII DPR RI, Rabu (29/1/2020). Hal itu disampaikan menjelang rapat ditutup (*)