Penulis: Risma
Jakarta, PERISTIWAINDONESIA.com |
Semangat Menteri ATR – BPN RI dalam memberantas Mafia Tanah di jajaran kantor BPN masih mengalami rintangan, ini disebabkan oleh kuatnya jaringan serta pengaruh para Mafia tanah tersebut berkolaborasi dengan pimpinan BPN, baik di Wilayah Propinsi maupun di Kantor BPN Kota/Kabupaten.
Hambatan yang dihadapi Menteri Hadi Cahyadi yang mantan Panglima TNI ini adalah karena para pimpinan daerah atau Kepala Kantor masih bermental birokrasi peninggalan jaman Orde Baru, yaitu lebih mementingkan pelayanan yang dapat menghasilkan uang atau pelayanan dari masyarakat yang bekerjasama dengan orang-orang dalam BPN sendiri, sehingga semangat Menteri dalam memberantas Mafia Tanah terhambat oleh adanya pengaruh kuat pihak-pihak tertentu kepada pejabat BPN di daerah.
Salah satu kasus yang sangat merugikan masyarakat terjadi di wilayah DKI Jakarta, khususnya di kantor BPN Jakarta Selatan.
Bahkan putusan hukum yang telah berkekuatan hukum tetap atau inkracht, sejauh ini tidak dieksekusi Kepala Kantor BPN Jakarta Selatan.
Hal ini disinyalir disebabkan kuatnya pengaruh para Mafia tanah dalam menghalangi dan bahkan mengancam pejabat untuk tidak melaksanakan putusan hukum.
Menurut Advokad Victor Sitanggang selaku Kuasa Hukum ahli waris almarhum Ferry Imandaris, kliennya memiliki Sertifikat Hak Milik Nomor 311 Cilandak Barat seluas 2 305 M², namun pihak BPN Jakarta Selatan menerbitkan lagi Sertifikat Proyek Ajudikasi Prona dan pihak mafia tanah menggunakan Sertifikat Prona tersebut memasuki wilayah pembebasan tanah untuk kepentingan umum, yaitu Proyek Jalan Tol Depok Antasari atau lebih dikenal dengan sebutan TOL Desari yang berawal mulai dari Jalan Antasari Cilandak Jakarta Selatan melintasi Cinere ke Depok.
Padahal, pada tahun 2013, saat memulai proyek jalan Tol di wilayah Jakarta Selatan, Walikota bersama BPN, Camat, Lurah Cilandak Barat dan Kementerian PUPR selaku pemilik anggaran APBN beserta RW dan RT (disebut Panitia Sembilan), pada saat memulai pendataan sudah door to door ke masyarakat memberikan penjelasan akan adanya pembangunan Jalan Tol dan rencana Pembebasan Tanah Untuk Kepentingan Umum, dimana Ketua Panitia Pembebasan Tanah (P2T) saat itu adalah Walikota Jakarta Selatan.
Termasuk tanah ahli waris Ferry Imandaris telah melalui seluruh tahapan pemeriksaan dokumen serta verifikasi Sertifikat oleh kantor BPN Jakarta Selatan dan nilai ganti rugi telah tertuang dalam Kesepakatan Pelepasan Hak yang telah ditandatangani oleh pemilik Sertifikat dengan pihak P2T.
“Artinya, secara administratif sudah clear dan tinggal menunggu pembayaran penerimaan cek atau dibuka rekeningnya untuk pembayaran. Namun tiba-tiba muncul gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terhadap Sertifikat Hak Milik No 311 Cilandak Barat dan P2T, BPN serta Kementerian PUPR sebagai Tergugat,” terang Victor Sitanggang, Jumat (10/3/2023) di Jakarta.
Paling miris, saat proses Mediasi di Pengadilan, penggugat memohon kepada Hakim Mediasi agar uang ganti rugi pembayaran tanah tersebut dibagi 2 dengan alasan bahwa Penggugat juga memiliki tanah yang dibebaskan tersebut.
Akhirnya, kata Victor Sitanggang, proses Mediasi gagal sebab kliennya yang telah mendapatkan ganti rugi menolak permintaan Penggugat yaitu uangnya dibagi dua serta P2T sendiri juga menolak Mediasi tersebut.
Pada akhirnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri memutuskan perkara No 728/Pdt.G/2014/PN. Jkt.Sel atas Gugatan No 154/Pdt.G/2015/ PN.Jkt.Sel, ditolak karena Penggugat tidak dapat membuktikan letak tanah Sertifikat Prona yang dimilikinya.
Demikian pula putusan Banding di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta No. 722/Pdt.G/2017/PT DKI ditolak oleh Hakim dan Kasasi Mahkamah Agung No 2654/K/PDT/2018 juga ditolak.
Sekalipun penggugat melakukan perlawanan dengan mengajukan Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung, namun PK No 707/PK/Pdt/ 2020 tetap ditolak oleh Majelis Hakim.
Dikatakan Victor Sitanggang, sekalipun Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah menerbitkan surat No W.10.UB/1269/HK.02/5/2019 yang menyebutkan bahwa perkara Gugatan Inkracht atau Telah Mempunyai Kekuatan Hukum Tetap, namun Kepala Kantor BPN yang saat ini menjadi Ketua P2T, tetap tidak bersedia membayarkan uang ganti rugi atas bidang tanah SHM 311 milik Ferry Imandaris.
“Uang ganti rugi yang di konsinyasi tersebut telah mengendap selama lebih dari 10 tahun di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan,” sesalnya.
Sementara itu, pihak ahli waris Ferry Imandaris menyebut keberpihakan pejabat BPN Wilayah DKI dan Kepala Kantor BPN Jakarta Selatan terhadap Mafia tanah sangat jelas dan terbuka.
Hal ini terlihat dari alasan BPN yang menyebutkan bahwa masih ada upaya Hukum Penggugat yaitu Peninjauan Kembali.
Namun setelah putusan PK turun, Kepala Kantor BPN saat ini kembali berdalih adanya tumpang tindih Sertifikat, walaupun di Pengadilan Negeri tidak terbukti adanya tumpang tindih, sebab konversi asal tanah Sertifikat Hak Milik No 311 Cilandak Barat dengan milik para Mafia Tanah tersebut, baik luas maupun peta tanahnya tidak ada persamaan, namun pejabat BPN ngotot membela Sertifikat Mafia yang diduga bodong tersebut.
Karena sudah lebih 10 tahun belum dibayarkan, padahal sudah diperintahkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta atau PTUN Jakarta agar Kepala Kantor BPN Jakarta Selatan membayarkan atau mengeluarkan Surat Pengantar pengambilan uang ganti rugi di Pengadilan, namun putusan ini pun tak diindahkan para pejabat BPN.
“Mereka (pejabat BPN) mengangkangi putusan pengadilan dan tidak patuh terhadap hukum serta putusan Pengadilan, karena itu kami akan membawa kasus ini hingga kepada Bapak Presiden Joko Widodo,” tandas pihak Ahli Waris.
Masalah Mafia tanah dan perlindungan yang diberikan pejabat BPN ini, Kuasa Hukum ahli waris Ferry Imandaris, Victor Sitanggang telah bertemu dengan Ketua Umum Nawacita Indonesia sebagai pengawal dan pengawas kebijakan pembangunan Presiden Joko Widodo, yaitu Drs Soeryo Atmanto serta Deputi Bidang Hukum Nawacita Sudiarto SH MH.
Ketua Sinergi Nawacita Indonesia KPH DR Suryo Atmanto telah memerintahkan Ketua Deputi Hukum Sinergi Nawacita Indonesia untuk menindaklanjuti surat pengaduan klien Viktor Sitanggang selaku ahli waris Alm Ferry Imandaris ke BPN Pusat.
“Kiranya Kanwil BPN DKI Jakarta dan BPN Jakarta Selatan segera menyelesaikan pembayaran ganti rugi tersebut, sebab pembebasan jalan tol Antasari-Depok ini sudah 10 tahun lamanya, pihak BPN dengan mafia tanah menghambat proses pembayaran kepada para ahli waris Ferry Imandaris sebagai pemilik berdasarkan SHM No 311 Cilandak Barat,” ujar Deputi Hukum Nawacita Indonesia Sudiarto SH MH, Sabtu (11/3/2023) di Jakarta.
Disampaikannya, Nawacita Indonesia berjanji akan memperhatikan kasus ini serta akan membawanya ke Presiden Joko Widodo, apabila para pejabat BPN masih berpihak kepada Mafia Tanah dan tidak mematuhi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut.
Selain itu, Sudiarto SH MH berjanji akan menindaklanjuti kasus Mafia Tanah ini dan akan segera mengunjungi para pejabat BPN baik di tingkat Kementerian, kantor Wilayah Propinsi DKI Jakarta dan Kantor BPN Jakarta Selatan.
“Kami berharap tidak ada oknum yang mencoba menghalang-halangi pihak pemilik SHM No 311 Cilandak Barat untuk mendapatkan hak hak mereka. Siapapun dia pasti kita tindak,” ujarnya.
Sudiarto mengaku sangat prihatin dengan kasus ini, mengingat jalan Tol Depok Antasari telah menghasilkan uang dari para investor yang saat ini mengelola jalan Tol tersebut.
“Pihak pengelola jalan tol telah menghasilkan keuntungan besar karena harga masuk pintu Tol lumayan mahal, sementara pemilik tanah yang merelakan tanahnya dibebaskan menderita karena adanya persekongkolan antara pejabat dengan para Mafia Tanah,” pungkasnya (*)