Penulis: Marjuddin Nazwar
Bekasi, PERISTIWAINDONESIA.com |
Diakhir tahun ini, dunia pendidikan dan masyarakat dikejutkan dengan di terbitkannya peraturan menteri pendidikan tentang PPKS (Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual).
Ternyata Peraturan tersebur menimbulkan gejolak dan multitafsir dikalangan ulama, organisasi masyarakat, dan praktisi hukum.
Hal ini disampaikan Ketua Pendopo Nusantara 1945 (Pena’45) Provinsi Jawa Barat Hj Aini Kartaatmadja SFil SPsi MPsi selaku perwakilan dalam audiensi bersama DPRD Kota Bekasi, Rabu 1/12/2021) di ruang rapat Lt 3 Gedung DPRD Kota Bekasi.
Menurut Hj Aini, tidak jelas maksud dan tujuan serta korelasi pasal per pasal dalam Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 tersebut.
Contohnya pada pasal 5 ayat 2 huruf L dan M yang terkesan melegalkan praktek perzinahan dalam lingkup perguruan tinggi yang bunyinya pada point L “menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk dan/atau menggosokkan bagian pada tubuh korban tanpa persetujuan korban”. Artinya, terkesan melegalkan persetujuan korban suka sama suka.
Dijelaskannya, ke depan generasi penerus anak bangsa akan terganggu moralnya dari usia belia, yang akhirnya anak-anak bangsa hanya akan jadi sampah karena sudah tidak memilki etika moral yang diajarkan oleh agama.
Selain itu, hilangnya adab atau budaya ketimuran kita yang menjunjung tinggi nilai-nilai perilaku, sopan, santun etika dan moral dalam kehidupan bermasyarakat.
Dikatakannya, seluruh pasal dan ayat Permendikbud Ristek Nomor 30 tahun 2021 tidak mempunyai tujuan dan maksud serta korelasi yang saling mendukung, karena peraturan ini hanya diperuntukan untuk perguruan tinggi saja sementara dunia pendidikan di Indonesia itu mulai dari taman bermain anak-anak TK, SD, SMP, SMA sampai Perguruan tinggi.
“Jadi kan aneh kalau peraturan tersebut hanya untuk perguruan tinggi saja,” ujarnya
Senada dengan itu Pena’45 Kota Bekasi Raya Moh Farid Pasha Skom MM yang juga sebagai Sekretaris Muhammadiyah Jatiasih, Kota Bekasi mendesak DPRD Kota Bekasi untuk ikut turut menolak, mencabut dan membatalkan Permendikbud Ristek No 30 tahun 2021 tersebut.
“Kami mendesak pemerintah dan DPR RI untuk melibatkan element masyarakat dalam pembahasan perundang-undangan tentang pelecehan dan kekerasan seksual,” tegasnya.
Ditambahkannya, pada KUHP pasal 294 ayat 2 jelas mengatur tentang perbuatan cabul yang dimaksud (dewasa/belum dewasa) adalah pidana dan dikuatkan lagi dengan Undang-undang No 23 tahun 2002 yang direvisi menjadi Undang-undang No 35 tahun 2014, khususnya pada pasal 15 huruf (F) yaitu setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari kejahatan seksual.
Ditegaskan Moh Farid, persis pada tanggal 01 Desember 2021 ini telah disepakati dan ditandatangani bersama elemen masyarakat dan tokoh agama Surat Pernyataan Sikap yang isinya :
- Kami perwakilan elemen mayarakat (tokoh agama, peraktisi, ormas dan mahasiswa Kota Bekasi dengan tegas menolak keras atas terbitnya Permendikbud Ristek No 30 tahun 2021 tentang PPKS di Perguruan Tinggi.
- Meminta perlindungan dan pencegahan kekerasan sekseual tidak hanya terjadi pada lingkungan Perguruan Tinggi saja, tetapi dimulai dari kelompok bermain anak, SD, SMP, SMA dan Sederajat sehingga Peraturan ini tidak berlaku universal.
- Permendikbud Ristek No 30 tahun 2021 tentang PPKS di Perguruan Tinggi secara tidak langsung melegalkan prostitusi dan sex bebas dikalangan generasi muda bangsa.
- Kami mengajak Pemerintah, DPR RI, DPRD, Tokoh Agama, Peraktisi Hukum, Tokoh Masyarakat dan Mahasiswa untuk meninjau dan mengkaji kembali Permendikbud Ristek No 30 tahun 2021 tentang PPKS.
Masih dikatakannya, bahwa para perwakilan Tokoh Agama, Peraktisi Hukum, Tokoh Masyarakat dan Mahasiswa akan mengawal terus peroses pencabutan dan penghapusan Permendikbud Ristek No 30 tahun 2021 tentang PPKS di lingkungan Perguruan Tinggi.
Sementara Ketua DPRD Kota Bekasi H Choiroman J Putro BEng MSi yang saat itu menerima langsung audiensi mengatakan akan meneruskan hasil pertemuan audiensi itu.
Selain itu, H Choiroman J Putro, pihaknya juga akan membawa pernyataan sikap beberapa elemen masyarakat tersebut kepada DPR RI dan akan menembuskannya ke pihak Kemendikbud-Ristek.
“Ya, kami menyambut baik adanya audiensi ini dan kami akan berupaya semaksimal mungkin untuk memfasilitasi atau membawa amanah rakyat ini secara hirarki dan meneruskannya ke kementrian atau kemendikbud-ristek,” janjinya.
Acara audiensi tersebut dihadiri oleh puluhan elemen masyarakat yang juga turut menandatangani surat pernyataan sikap, diantaranya Pendopo Nusantara ’45 (PENA’45), Muhammadiyah Jatiasih, Muhammadiyah Bekasi Utara, BEM (Barisan Emak-emak Militan), Majelis Ta’lim Al-Hidayah, Kokam Muhammadiyah, Jaringan Wanita Nusantara, BEM Univ Bhayangkara Bekasi, BEM STIE Dharma Agung Cikarang, Relawan Penyayang Dhuafa, Relawan Indonesia Bersatu (*)