Penulis: Sri Karyati
Papua, PERISTIWAINDONESIA.com |
Ketua Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Provinsi Papua Dr Lenis Kogoya MHum mempertanyakan kapasitas Natalius Pigai mengkritik tugas Sekretaris Daerah (Sekda) Propinsi Papua Dance Yulian Flassy.
“Sekda adalah bagian dari Pemerintah, Sekda melaksanakan tugas Negara atas permintaan Rakyat Papua,” ujar eks Staf Khusus Presiden ini, Kamis (17/6/2021) kepada para Wartawan di Istana Negara.
Menurut Lenis Kogoya, selama ini Natalius Pigai selalu mengkritik pemerintah, sementara komentar-komentarnya kerap miring sebelah.
“Saran saya, lebih baik (Natalius Pigai) pulang saja ke kampung. Jangan komentar di Warung-warung kopi atau di jalan-jalan. Anda tidak dipakai oleh Pemerintah. Karena itu, pola pikir harus dirubah sehingga tidak asal ngomong saja,” pesan Lenis Kogoya.
Selanjutnya, pria yang saat ini menjabat sebagai Tenaga Ahli Utama Presiden pada Kantor Staf Presiden (KSP) ini menyarankan Natalius Pigai untuk berhati-hati dalam menyampaikan kritikannya.
“Berhati-hatilah, rakyat kecillah yang meminta pemekaran, apalagi ini (pemekaran) adalah bagian dari pembangunan. Kalau tidak mengerti ya sebaiknya belajar dulu lah kepada orang yang lebih memahaminya,” tandas Lenis Kogoya.
Sebelumnya diberitakan, Dance Yulian Flassy mendorong agar pemekaran Provinsi Papua Selatan segera dipercepat karena dipandang penting.
Ia beralasan, pemekaran tersebut akan memperpendek rentang kendali penyelenggaraan pemerintahan.
“Kami mengusulkan pembentukan Provinsi Papua Selatan ini dipercepat,” kata Dance Yulian Flassy, Rabu (16/6/2021).
Dorongan pemekaran Propinsi Papua Selatan yang disampaikan Sekretaris Daerah Provinsi Papua, Dance Yulian Flassy dianggap Natalius Pigai melanggar kode etik.
Mantan Komisioner Komnas HAM ini melanjutkan, yang punya wewenang untuk menyuarakan pemekaran Papua dalam ranah politik adalah pejabat sekelas Gubernur, bukan Sekretaris Daerah.
Oleh karenanya, ia mendorong kepada Dewan Perwakilan Rakyat Papua memanggil dan menegur Sekda yang telah berbicara melampaui kapasitasnya.
“DPR Papua bisa panggil Sekda untuk menegur. Bahkan nanti Sekda bisa dilaporkan lagi ke Komisi ASN karena melanggar kode etik sebagai pembina ASN/kepala tata laksana atau tata praja,” tandas Pigai (*)