Penulis : Sukma Panjaitan
Jakarta, PERISTIWAINDONESIA.com
Menteri Kesehatan RI Terawan Agus Putranto menerbitkan peraturan baru Nomor HK.01.07/MENKES/413/2020 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Virus Corona (Covid-19). Peraturan itu telah diteken langsung Menteri Kesehatan, Minggu (13/7/2020), namun masih banyak masyarakat menggunakan Rapid Test dalam mendiagnosa orang terinfeksi covid-19.
Padahal salah satu poin penting dari sejumlah aturan terkait pencegahan dan penanganan Corona, yaitu rapid test tidak direkomendasikan lagi untuk mendiagnosa orang yang terinfeksi Corona.
Di aturan baru ini, kondisi dengan keterbatasan kapasitas pemeriksaan RT-PCR, Rapid Test Covid hanya dapat digunakan untuk skrining pada populasi spesifik dan situasi khusus, seperti pada pelaku perjalanan (termasuk kedatangan Pekerja Migran Indonesia), terutama di wilayah Pos Lintas Batas Darat Negara (PLBDN), serta untuk penguatan pelacakan kontak seperti di lapas, panti jompo, panti rehabilitasi, asrama, pondok pesantren, dan pada kelompok- kelompok rentan.
“Penggunaan Rapid Test tidak digunakan untuk diagnostik,” demikian tertulis pada peraturan halaman 82 di bagian defisini operasional tersebut.
Pada saat Keputusan Menteri ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/247/2020 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease 2019 (Covid-19), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pedoman ini memiliki tujuan umum untuk Melaksanakan pencegahan dan pengendalian Covid-19 di Indonesia.
Demikian penjelasan dari berbagai sumber diperoleh Awak Media, Kamis (20/08/2020).
Di sisi lain, WHO merekomendasikan penggunaan Rapid Test untuk tujuan penelitian epidemiologi atau penelitian lain semata. Sedangkan untuk kepentingan diagnostik, pemerintah kini mengikuti WHO yang merekomendasikan pemeriksaan molekuler untuk seluruh pasien yang terduga terinfeksi Covid-19. Metode yang dianjurkan adalah metode deteksi molekuler/NAAT (Nucleic Acid Amplification Test) seperti pemeriksaan RT-PCR.
Banyak ahli kesehatan yang menyebut tes cepat alias rapid test ini tidak efektif mendeteksi Covid-19. Namun sangat disayangkan, pemerintah bersikeras mempertahankan test tersebut.
Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 bahkan menetapkan hasil non-reaktif rapid-test sebagai salah satu syarat perjalanan.
Orang tidak boleh bepergian ke luar kota, terutama lewat jalur udara, jika tak menyertakan dokumen ini.
Ahli Epidemiologi dari Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono menyerukan kepada pemerintah dan masyarakat untuk tidak lagi menggunakan metode pemeriksaan rapid test dalam mendeteksi kasus virus corona (Covid-19).
Menurutnya, rapid test tidak bisa mendeteksi Covid-19 dengan baik sehingga hanya membuang-buang uang negara.
Adapun tujuan khususnya diantaranya :
a. Memahami strategi dan indikator penanggulangan
b. Melaksanakan surveilans epidemiologi
c. Melaksanakan diagnosis laboratorium
d. Melaksanakan manajemen klinis
e. Melaksanakan pencegahan dan pengendalian penularan
f. Melaksanakan komunikasi risiko dan pemberdayaan masyarakat
g. Melaksanakan penyediaan sumber daya
h. Melaksanakan pelayanan kesehatan esensial
Dengan ruang lingkup meliputi beberapa pokok bahasan yaitu: strategi dan indikator penanggulangan, surveilans epidemiologi, diagnosis laboratorium, manajemen klinis, pencegahan dan pengendalian penularan, komunikasi risiko dan pemberdayaan masyarakat, penyediaan sumber daya, dan pelayanan kesehatan esensial.
Selengkapnya di : Kepmenkes Pedoman Pencegahan dan Pengendalian COVID-19 Terbaru https://gudangilmu.farmasetika.com/kepmenkes-pedoman-pencegahan-dan-pengendalian-covid-19-terbaru/ (*)