Penulis: Windarto
TANGSEL, PERISTIWAINDONESIA.com |
Beberapa karyawan PT Es Hupindo dipaksa mengundurkan diri karena tidak memberikan dugaan uang Pungutan Liar (Pungli) kepada pihak managemen perusahaan.
Peristiwa ini dialami salah satu karyawan Wahyu Pamelutama Putra (22 tahun) mengaku jadi korban kesewenang-wenangan karena 2 (dua) minggu tidak lagi menyetorkan rokok kepada oknum supervisor perusahaan.
“Biasanya kami harus memberikan rokok kepada supervisor supaya bekerja tanpa gangguan. Namun, sudah dua Minggu saya tidak memberikan rokok, beginilah jadinya,” terang supir PT Es Hupindo ini, Jumat (17/2/2023) di Serpong.
Menurutnya, akibat ia dan supir serapnya bernama Edi Rahmanto (44 tahun) tidak lagi memberikan rokok rata-rata 1-3 kali setiap minggu, kemudian mereka berdua dituduh melakukan repacking.
“Harga rokok Djarum Mld per bungkus Rp34.000, bisa tiga sampai empat kali dalam satu Minggu. Saya tidak tahan lagi pak, setelah dua Minggu tak saya berikan, lalu dicari-cari kesalahan saya,” tutur pria yang akrab disapa Tama ini.
Selain itu, menurut Tama, saat karyawan mengambil libur cuti, maka oknum supervisor juga akan meminta uang tandatangan sebesar Rp.50.000 per cuti. Sebelum uang itu ditransfer ke Nomor Rekening pak DI, maka izin cuti tidak akan ditandatangani supervisor tersebut, tapi setelah ditransfer, barulah izin cuti tersebut ditandatangani,” keluhnya.
Oleh karena itu, kata Tama, dirinya meminta perlindungan hukum ke Serikat Buruh Sejahtera Indonesia 1992 (SBSI 1992).
“Saya tidak terima dituduh melakukan repacking, karena saya tidak pernah melakukan seperti yang dituduhkan tersebut. Maka untuk menjamin hak saya, kemudian kasus ini saya serahkan kepada SBSI 1992,” tandasnya.
Hal senada disampaikan Edi Rahmanto. Menurutnya, ia dan supir batangannya WPP diduga telah menjadi target oknum supervisor karena tak lagi membayar uang Pungli yang biasanya di salamkan kepada DI.
“Biasanya saya salam antara Rp20.000 – Rp30.000. Tidak menentu sih, bisa satu sampai tiga kali dalam seminggu. Sudah sebulan lebih saya tak memberi uang lagi,” ungkapnya.
Di kesempatan itu, Ketua Pengurus Komisariat Serikat Buruh Sejahtera Indonesia 1992 (PK SBSI 1992) PT Es Hupindo Bayu Rahmat mengamini persoalan yang tengah dihadapi anggotanya.
“Benar pak, kasus ini sedang ditangani organisasi. Masih proses Bipartit nih, sabar ya,” kata Bayu kepada kru peristiwaindonesia.com (*)