Penulis: Marjuddin Nazwar
TANGSEL, PERISTIWAINDONESIA.com
PT Summarecon Agung Tbk, a leading Property developer in Indonesia Gading Serpomg digeruduk ratusan Wartawan dari berbagai media dan organisasi, Kamis (21/4/2022).
Aksi solidaritas kemanusiaan menuntut pertanggungjawaban perusahaan property yang memiliki nama besar di Indonesia itu atas tindakan eksekusi sepihak rumah seorang Wartawan hingga terjadinya penganiayaan berat.
Aksi gabungan ratusan wartawan, ormas Grib dan lembaga kontrol lainnya yang digelar Forum Wartawan Jakarta (FWJ) Indonesia merupakan sebuah pukulan telak untuk Summarecon atas tindakan semena – mena.
Berdasarkan catatan, PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) sepanjang tahun 2021 lalu ditunjukkan dari pertumbuhan pendapatan dan laba bersih diatas triliunan rupiah.
Mengutip keterbukaan informasi ke Bursa Efek Indonesia (BEI), ditulis Minggu (27/3/2022), PT Summarecon Agung Tbk mencatat pendapatan Rp 5,56 triliun pada 2021. Pendapatan itu tumbuh 10,69 persen dari periode 2020 sebesar Rp 5,02 triliun.
Dibalik keberhasilannya, Perusahaan property Summarecon diduga kuat telah banyak menghalalkan berbagai cara dengan mengeksekusi penghuni rumah yang telat membayar tanpa adanya putusan pengadilan.
Selain itu, Summarecon Tbk juga menjadi buah bibir obrolan tingkat warung kopi sampai ke teras atas bahwa tidak sedikit pembebasan lahan dengan cara – cara curang dan menggunakan preman.
Menyoroti hal itu, Ketua DPW FWJ Indonesia Wilayah Banten Robby Liu menuding kejadian yang terjadi kemaren adalah salah satu kebejatan dari ratusan peristiwa yang dilakukannya. Kali ini, Perusahaan penghasil omset triliunan rupiah per tahun itu kena batunya.
“Kena batunya mereka. Summarecon yang selalu menyajikan promosi elegan, dan gencar menjual propertinya melalui media – media Nasional maupun publikasi pencitraan dari berbagai keunggulan Summarecon, faktanya melebihi bisnis komunis. Bahkan kami menduga kuat Summarecon Tbk adalah sarang preman perampok hak orang lain,” cecar Robby, paska orasinya di Kantor Summarecon Gading Serpong.
Menyinggung viralnya pengeroyokan terhadap rekan jurnalis oleh pihak Summarecon, Panglima Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) yang juga sebagai pembina FWJ Indonesia Korwil Jakarta Barat, Wirza Syarif alias Minca mendukung penuh aksi Wartawan.
Minca menegaskan dirinya menjadi komando barisan anggota – anggotanya mendukung langkah para rekan jurnalis untuk menuntut pertanggungjawaban Summarecon atas insiden yang terjadi di Cluster Maxwell No. 28.
“Kita kawal rekan – rekan Wartawan menyampaikan aspirasinya, ini rasa kemanusiaan dan solidaritas kami,” kata Minca di lokasi aksi.
Dia menyebutkan, sedikitnya 70 anggotanya dari Grib Kabupaten Tangerang, Tangsel dan Tangerang Kota yang ikut turun aksi, dan 90-an massa Wartawan yang datang dari Jakarta, Bogor, Depok, dan Provinsi Banten.
“Ini baru segelintir massa aksi, nanti kalau Summarecon tidak mau bertanggungjawab atas diri Agus Darma Wijaya dan keluarganya, maka saya akan kerahkan 20 kali lipat massa gabungan turun kesini,” jelas Minca.
Sementara Mediasi tuntutan aksi telah diterima menejemen Summarecon. Sedikitnya ada 6 tuntutan yang disampaikan para perwakilan aksi dihadapan orang yang mengaku sebagai legal hukum Summarecon Tbk. Dalam pertemuan itu, Jalintar Simbolon kuasa hukum Agus Darma Wijaya meminta Summarecon segera memenuhi tuntutan aksi, yakni;
1). Membiayai pengobatan kliennya (Agus Darma Wijaya) yang mengalami retak 3 tulang rusuk sebelah kanan, kepala bocor, tangan tersayat, dan luka lebam di beberapa tubuhnya akibat injakan serta pukulan para pelaku Summarecon.
2). Mengembalikan perabotan Agus Darma Wijaya yang diambil pihak Summarecon untuk dikembalikan seperti semula.
3). Mengembalikan kembali Agus Darma Wijaya bersama istri dan anaknya ke rumah yang di eksekusi sepihak sampai ada keputusan inkrah dari PN Tangerang.
4). Mengganti kerugian immateril psikologis anak dan istrinya Agus Darma Wijaya.
5). Mencopot seluruh security di perumahan cluster Maxwell.
6). Mendesak aktor intelektual eksekusi tersebut meminta maaf dan menjalankan proses hukum.
“Saya menilai tuntutan klien saya itu sangat mendasar dan perlu mendapatkan perhatian serius dari menejemen Summarecon,” ucap Jalintar.
Lebih rinci, Jalintar mengulas mediasi tadi di Summarecon Gading Serpong tidak ada titik temu. Dia menegaskan bahwa orang yang ditugaskan pihak managemen Summarecon untuk mediasi adalah orang yang tidak tepat.
“Saya menyayangkan perusahaan besar seperti Summarecon seperti itu. Dia tadi mengaku legal hukum Summarecon loh, tapi pas kita tanyakan surat kuasa dari Summarecon, dia bilang tidak ada,” ungkap Jalintar.
Jalintar menjelaskan, pihak Summarecon salah besar memberikan tugas ke orang yang mengaku sebagai legal hukumnya, tapi tidak bisa menjawab dengan pembuktian fakta-fakta hukum yang ada.
“Bagaimana mau selesai persoalan ini. Nugasin orang untuk ketemu kami aja gak jelas, dan tidak bisa mengambil keputusan,” pungkasnya (*)