Penulis: Sukma Panjaitan
Jakarta, PERISTIWAINDONESIA.com |
Rakyat Indonesia dipenjara oleh kolonial Belanda karena menyerukan pembangkangan sipil, dan tahun 2020 Buruh, Mahasiswa dan Pelajar dipenjara oleh pemerintahnya sendiri.
Hal ini dikatakan Asfinawati saat menjadi orator aksi penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja, Kamis (28/10/2020) di kawasan Tugu Proklamasi
“Apakah pembangkangan sipil hanya terjadi pada 1928? tentu tidak. 1945 tidak akan ada kemerdekaan Indonesia, tidak akan ada Indonesia, kalau kita tidak melakukan pembangkangan sipil. Kalau bapak-bapak, ibu-ibu kita dulu tidak melakukan pembangkangan sipil terus melawan kolonial Belanda, meskipun mereka dipenjara,” kata Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) ini.
Asfinawati menyamakan kondisi rakyat yang dipenjara karena membangkang pada Belanda di masa itu dengan kondisi massa pendemo tolak Omnibus Law UU Cipta Kerja saat ini.
Menurutnya, massa penolak Omnibus Law UU Cipta Kerja dipenjara pada masa sekarang ini hampir serupa nasibnya saat menyerukan pembangkangan sipil di masa Kolonial Belanda.
Padahal, katanya Indonesia dibangun dari pembangkangan sipil yang dilakukan oleh rakyat.
Pembangkangan sipil yang dimaksudnya adalah peristiwa Sumpah Pemuda pada 1928 dan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.
Menurut Asfinawati, pembangkangan sipil atau civil disobedience pertama dilakukan oleh para pemuda karena menggelar Kongres Pemuda II, pada 27-28 Oktober 1928. Kongres yang melahirkan ikrar Sumpah Pemuda itu jelas menyuarakan semangat menentang pemerintah kolonial.
Istilah ‘Pembangkangan Sipil’
Frasa ‘pembangkangan sipil’ dipopulerkan Pakar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar.
Hal ini disampaikannya terkait cara pemerintah menangani massa yang menolak pengesahan Omnibus Law UU Cipta Kerja.
Selain lewat aspek politik di DPR dan hukum di Mahkamah Konstitusi, masyarakat bisa menolaknya dengan pembangkangan sipil.
Alasannya, kata dia, Pemerintah dan DPR selama ini melakukan sejumlah proses legislasi yang tak mendengar kemauan publik.
Ini bukan kali pertama, ini udah quatrick dalam hitungan beberapa bulan. Mulai dari UU MK, UU KPK, UU Minerba. Saya lihat ini kebalik, yang dinginkan publik, misal UU PKS (Penghapusan Kekerasan Seksual) dicuekin,” cetus dia.
“Saatnya perlawanan sipil dilakukan, pembangkangan sipil menurut saya penting,” lanjut Zainal (*)