Home / Headline

Rabu, 27 Oktober 2021 - 12:30 WIB

Ketum SBSI 1992: Kesejahteraan Tak Bisa Ditunggu Tapi Harus Direbut

Ketua Umum DPP SBSI 1992 Abednego Panjaitan saat menyampaikan kata sambutan, Minggu (24/10/2021) di Gedung Mula, Kota Tua, Jakarta

Ketua Umum DPP SBSI 1992 Abednego Panjaitan saat menyampaikan kata sambutan, Minggu (24/10/2021) di Gedung Mula, Kota Tua, Jakarta

Penulis: Marjuddin Nazwar

Jakarta, PERISTIWAINDONESIA.com |

“Kesejahteraan tak bisa hanya ungkapan di mulut saja atau ditunggu-tunggu, tetapi harus direbut, baik melalui kerja keras dan atau semangat membela hak-hak yang lemah maupun melalui perlindungan yang diberikan negara kepada rakyatnya sehingga tercapailah hidup sejahtera,” kata Ketua Umum DPP SBSI 1992 periode 2021-2026 Abednego Panjaitan, usai dilantik, Minggu (24/10/2021) di Kota Tua, Jakarta.

Oleh karena itulah, kata Abednego, SBSI 1992 melalui Kongres Ke-V tahun 2021 mengambil Thema: “Kesejahteraan Buruh Adalah Kekuatan Bangsa dan Negara”.

Artinya, kata Abednego, negara harus membantu Serikat Buruh untuk merebut kesejahteraan tersebut, karena melalui amanat UU Nomor 21 tahun 2021 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh negara telah memberikan tanggungjawab kepada organisasi Serikat Buruh untuk merebut kesejahteraan tersebut.

“Berbicara mengenai kesejahteraan atau sejahtera, maka akan memiliki 4 (empat) arti yaitu (1) dalam istilah umum, sejahtera menunjuk kepada keadaan yang baik (2) kondisi manusia di mana orang-orangnya dalam keadaan makmur (3) dalam keadaan sehat dan damai (4) dalam ekonomi, sejahtera dihubungkan dengan keuntungan benda,” terangnya.

Menurutnya, sejahtera dalam arti sesungguhnya berarti aman sentosa dan makmur. Namun ada arti lainnya yaitu selamat (terlepas dari segala macam gangguan).

“Kesejahteraan masing-masing individu bisa berbeda-beda, karena bersifat subyektif sehingga faktor-faktor untuk menentukan tingkat kesejahteraan juga berbeda,” tambahnya.

Disampaikannya, pemerintah melalui Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menggunakan 23 indikator keluarga sejahtera, yaitu:

  1. Anggota keluarga sudah melaksanakan ibadah menurut agamanya.
  2. Seluruh anggota keluarga dapat makan minimal dua kali sehari.
  3. Seluruh anggota keluarga memiliki pakaian berbeda untuk di rumah, bekerja, sekolah, dan bepergian.
  4. Bagian terluas dari lantai rumah adalah bukan tanah.
  5. Bila anak sakit, dibawa ke sarana kesehatan.
  6. Anggota keluarganya melaksanakan ibadah agamanya secara teratur.
  7. Keluarga makan daging, ikan, atau telur minimal sekali seminggu.
  8. Setiap anggota keluarga memperoleh satu stel pakaian baru dalam setahun.
  9. Terpenuhinya luas lantai rumah minimal delapan meter persegi per penghuni.
  10. Tidak ada anggota keluarga yang sakit dalam tiga bulan terakhir.
  11. Ada anggota keluarga berumur 15 tahun ke atas yang berpenghasilan tetap.
  12. Tidak ada anggota keluarga berumur 10-60 tahun yang tidak bisa baca-tulis.
  13. Tidak ada anak berumur 5-15 tahun yang tidak bersekolah.
  14. Jika keluarga telah memiliki dua anak atau lebih, memakai kontrasepsi.
  15. Keluarga dapat meningkatkan pengetahuan agamanya.
  16. Sebagian pengahailan keluarga ditabung
  17. Keluarga minimal dapat makan bersama sekali dalam sehari dan saling berkomunikasi.
  18. Keluarga ikut berpartisipasi dalam kegiatan masyarakat
  19. Keluarga melakukan rekreasi di luar rumah minimal sekali sebulan.
  20. Keluarga dapat mengakses berita dari media telekomunikasi apa saja.
  21. Anggota keluarga dapat menggunakan fasilitas transportasi lokal.
  22. Keluarga berkontribusi secara teratur dalam aktivitas sosial
  23. Minimal satu anggota keluarga aktif dalam pengelolaan lembaga lokal.

“Ada juga dua indikator tambahan atau disebut juga Tahapan Keluarga Sejahtera Plus. Dua indikator tersebut, yang pertama adalah keluarga secara teratur dengan sukarela memberikan sumbangan materiil untuk kegiatan sosial dan yang kedua ada anggota keluarga yang aktif sebagai pengurus perkumpulan sosial, yayasan, atau institusi masyarakat,” jelasnya.

Masih menurut Abednego, berbeda dengan keluarga Pra Sejahtera, dimana keluarga pra sejahtera belum dapat memenuhi kebutuhan dasar (basic needs) secara minimal, seperti kebutuhan akan pangan, sandang, papan, kesehatan dan pendidikan.

Sementara itu, keluarga sejahtera telah dapat memenuhui kebutuhan dasarnya secara minimal, tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan (kebutuhan sosial psikologisnya).

“Oleh karena itulah, kita harus berjuang bersama organisasi ini dan stakeholder yang ada untuk merebut kesejahteraan itu,” imbaunya (*)

Share :

Baca Juga

Headline

Dana Desa Tidak Dibayarkan, 30 Kades di Kabupaten Mamuju Ajukan Protes Kepada Bupati

Headline

DPD SBSI 1992 Propinsi Kalimantan Timur Desak Pemerintah Segera Urus Kepulangan Korban PJTKI Ditelantarkan di Suriah

Headline

Sejumlah Kades Di Kecamatan Pangaribuan Bakal Di Panggil Tipikor Poldasu

Daerah

Bila RUU ASN di Sah kan, Tidak Akan Ada Pemberhentian Massal di Pemkot Bekasi.

Headline

Relawan Jokowi DI Yogyakarta Berharap Golkar Usulkan Lenis Kogoya Sebagai Calon Wagub Papua

Headline

Istana Bertemu Pengurus SBSI. Buruh Soroti Kinerja Pengawas Ketenagakerjaan

Headline

Wakil Gubernur Papua Meninggal Dunia di Jakarta

Headline

Jalan Desa Rusak Berat, Ratusan Warga Swadaya Perbaiki. Tak Percaya Lagi Janji Pemerintah Dan PTPN IV