Penulis: Dedy Hutasoit
Taput, PERISTIWAINDONESIA.com
Bupati Tapanuli Utara (Taput) dinilai tidak mampu mensejahterakan masyarakat sebagaimana janji-janjinya dalam kampanye Pilkada, sehingga Nikson Nababan lebih baik mundur terhormat sebagai Bupati.
“Pendirian Universitas Negeri dan jalan Tol Danau Toba – Sibolga tidak akan dapat tercapai, Bupati Tapanuli Utara sebaiknya mundur apabila tidak mampu untuk mensejahterakan masyarakatnya,” ujar mantan anggota DPR RI DR Capt Anthon Sihombing kepada kru media ini, Sabtu (8/1/2021) di Siborongborong sambil menunjukkan pernyataan Nikson Nababan di sejumlah media pada waktu kampanye periode kedua.
Menurut Anthon Sihombing, sebagai Kepala Daerah, Nikson Nababan tentu harus mampu memfasilitasi dan memusyawarahkan program pembangunan di Taput kepada masyarakat. Umpamanya saja, program pembangunan jalan lingkar Siborongborong yang bersumber dana dari APBN.
“Biaya ganti untung lahan tidak ada, tapi sifatnya ingin gratis, bahkan disuruh warganya untuk menandatangani penyerahan lahan ke Pemkab Taput, tanpa terlebih dahulu dimusyawarahkan. Malah petugas sejumlah Desa bergerak door to door atau menemui langsung warga pemilik lahan tanpa ada judul surat yang akan ditandatangani. Lha, ini apa maksudnya?” protes Anthon.
Apalagi saat ini Kabupaten Tapanuli Utara masuk kategori kurang Inovatif berdasarkan Surat Keputusan Menteri dalam Negeri Nomor : 002.6-5848 Tahun 2021 tentang indeks Inovasi Daerah Provinsi, Daerah Kabupaten/Kota.
Dikatakan Anthon, Kabupaten Taput saat ini masuk pada urutan 310 dengan kategori kurang Inovatif, ditambah lagi hasil penilaian Ombudsman RI yang menilai Kabupaten Taput masuk Zona Kuning.
“Dimana penilaian ini merupakan suatu Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tiap tahunnya, meliputi penilaian Kepatuhan, rendahnya kepatuhan/implementasi standart pelayanan yang mengakibatkan berbagai jenis maladministrasi di instansi pelayanan publik, misalnya ketidak jelasan prosedur, ketidak pastian jangka waktu layanan, pungli, Korupsi dan kesewenang wenangan,” jelas Anthon Sihombing.
Oleh karena ketidakmampuan Nikson Nababan tersebut, Anthon Sihombing berharap Nikson Nababan sebaiknya mundur dari jabatan Bupati Taput.
Hal senada disampaikan warga Desa Lobu Siregar 1 Poltak Sihombing. Menurutnya, pemerintah Pusat tentu melakukan pengkajian untuk menerbitkan PP No 19 Tahun 2021. Tujuannya agar ada peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pengadaan lahan/tanah untuk kepentingan fasilitas umum.
“Tapi di Taput muncul pengadaan lahan/tanah secara gratis. Dan ini perlu di pertanyakan, sebab tindakan ini diduga karena adanya praktek korupsi atau modus tindak pidana gratifikasi,” uajarnya curiga.
Disampaikannya, Pengadaan tanah di Desa memiliki tim 9, namun ditemukan faktanya ada juga Desa tidak memiliki tim pengadaan lahan pembangunan jalan lingkar Siborongborong.
“Ada apa sebenarnya ini?” selidik Poltak.
Bukan hanya itu, kata Poltak, PPK kegiatan proyek jalan lingkar Siborongborong dapat kiranya memberikan data progres kegiatan fisik, siapa saja Outsoursing yang dilibatkan.
“Perusahaan mana dan kapan dibuat Outsoursingnya, sebelum tenderkah atau sesudah tender,” Tanya Poltak.
Poltak Sihombing berharap dibuat pembahasan terkait fisik proyek, sebab ada pekerja pada kegiatan tersebut diduga tidak memiliki hubungan kerja sama sebelum pengumuman tender pemenang.
“Namun karena ada pengakuan pemilik lahan, sehingga diberikan kegiatan pembangunan drainase sepanjang jalan tanpa ada Outsoursing sebelumnya,” sebutnya.
Selain itu, Poltak Sihombing memberikan apresiasi atas sikap DR Capt Anthon Sihombing, dimana telah peduli terhadap hak-hak masyarakat.
“Beliau (DR Capt Anthon Sihombing) memahami apa saja tanggung jawab pemerintah terhadap masyarakat sesuai peraturan dan Undang Undang yang mereka bahas di Legislatif,” ujarnya.
Karena itu, Poltak Sihombing meminta pihak Pengadilan Negeri Tarutung untuk melakukan kajian yang komprehensif atas permintaan pihak Pemkab Taput menitipkan uang ganti rugi kepada masyarakat.
“Apakah semua lahan Bapak Anthon Sihombing dalam proses sengketa sehingga ada penitipan uang ganti rugi, wajarkah masyarakat dilarang membangun di atas lahannya sendiri, padahal lahannya tersebut sudah memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM)?” tandasnya.
Ketua Pengadilan Negeri Tarutung Golom Silitonga SH saat dikonfirmasi meminta awak media bertemu langsung di kantornya.
“Horas lae, lebih baik ke kantor lihat berkasnya. Kita terbuka kok untuk informasi lae. Betul ada dua bagian, yaitu yang sedang berperkara dan yang tidak berperkara. Untuk bagian mana yang berperkara dan mana yang tidak berperkara sebaiknya melihat berkas Lae,” jawabnya.
Menurut Golom Silitonga, untuk urusan tanah yang sedang berperkara sudah dikeluarkan penetapannya, sedangkan yang tidak berperkara sedang proses penawaran oleh PN Tarutung.
“Tapi karena domisili ada di Jakarta, maka kita delegasi ke PN Tarutung di Jakarta untuk melakukan penawaran,” terang Golom (*)