• Kam. Apr 18th, 2024

Dua Sopir Truk Intercooler Korban PHK Melapor ke DPP SBSI 1992

Penulis: Paulus Witomo

Jakarta, PERISTIWAINDONESIA.com |

Dua Buruh PT Trans Lintas Perak (PT TLP) Tasori (49 thn) dan Ruwadi (38 thn) mengaku sebagai korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak melaporkan kasus yang dialami mereka ke DPP Serikat Buruh Sejahtera Indonesia 1992 (DPP SBSI 1992).

Kedua korban PHK tersebut diterima Ketua DPP Bidang Kesehatan dan Kerjasama Antar Lembaga dr Junedi Antonius dan Wakil Sekretaris Umum Marjuddin Nazwar, Sabtu (27/11/2021) di Jakarta.

Menurut Ruwadi, sebagai sopir truk intercooler PT Salam Pacific Indonesia Lines (SPIL) dirinya telah bekerja sejak Januari 2015, kendati mengemudikan Truk Intercooler bertuliskan PT SPIL, namun dirinya menandatangani kontrak kerja bukan dengan PT SPIL, tapi dengan PT Trans Lintas Perak dengan kontrak kerja berlaku setiap 3 (tiga) bulan saja.

“Alasan saya di PHK, katanya karena positif narkoba berdasarkan hasil tes urine di Perusahaan. Namun, setelah saya tes urine ulang dengan biaya sendiri di Klinik Kilia Medical Centre, ternyata hasilnya negatif. Dan untuk memastikannya lagi, maka saya tes urine ke Laboratorium BNN dan hasilnya tetap negatif. Saya tidak setuju dituduh positif Narkoba, karena saya tidak merokok,” lapor Ruwadi.

Selanjutnya, kata Ruwadi, pihaknya membawa kasus PHK sepihak ini ke Kantor Suku Dinas Ketenagakerjaan untuk di proses lebih lanjut.

“Memang saya sudah dipanggil pihak Dinas Tenaga Kerja, namun karena saya sedang di Boyolali mengurus orang tua yang sedang sakit, sehingga panggilan pihak Dinas Tenaga Kerja belum dapat saya penuhi. Karena kuatir kasus ini akan di persulit, maka saya melaporkannya ke Serikat Buruh,” jelas Ruwadi.

Sementara itu, Tasori rekan kerja Ruwadi mengaku mengalami hal yang sama. Menurut Tasori, pihak PT Trans Lintas Perak sampai hari ini tidak memberikan jadwal kerja kepadanya, dan tanpa alasan yang jelas.

“Saya bekerja sejak bulan Mei 2018, namun sejak bulan September 2021 saya tak diberikan jadwal kerja, padahal kontrak kerja saya masih berlaku sampai bulan Desember 2021 ini. Seharusnya pihak Perusahaan memberikan kepastian kepada saya, apakah telah di PHK atau masih bekerja?” kata Tasori.

Menurutnya, awal mula dirinya tak diberikan jadwal kerja, ketika Truk yang dibawanya kehilangan Ban di Jalan Keluar Tol Cibitung.

Akibat bekerja selama 24 jam, kata Tasori, dirinya kelelahan sehingga dari pukul 02.00 WIB dini hari sampai pukul 04.00 WIB dia ketiduran dipinggiran jalan, sehingga tak menyadari ban Truk Intercooler diam-diam diambil oleh orang lain. Setelah melaporkan kasus kehilangan ini ke Polsek Cibitung, namun pelaporan tak diterima karena petugas Polsek memaksa Sopir harus didampingi pemilik Intercooler.

“Saya sudah menghubungi kantor agar ‘Bos Besar’ pemilik Truk Intercooler datang ke Polsek untuk membuat pelaporan, tapi permintaan saya tak diacuhkan oleh Kantor. Parahnya, saya dipaksa untuk membayar ganti rugi hingga total gaji saya dipotong sebesar Rp21.730.000,-. Namun setelah ganti rugi kehilangan Ban serap itu lunas saya cicil, lalu Perusahaan tidak memberikan jadwal pekerjaan lagi kepada saya sampai hari ini,” ujar Tasori.

Oleh karena itu, Tasori berharap agar DPP SBSI 1992 dapat memberikan perlindungan hukum kepada mereka berdua.

Di kesempatan itu, dr Junedi Antonius berjanji akan mendampingi kedua sopir truk tersebut menyelesaikan persoalannya.

“Tim LBH DPP SBSI 1992 akan mendampingi teman-teman menyelesaikan kasus ini,” tandasnya (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *