• Jum. Apr 19th, 2024

Sejumlah Tokoh Senior Papua Minta Status Teroris Untuk KKB Ditinjau Ulang

Penulis: Marjuddin Nazwar

Jakarta, PERISTIWAINDONESIA.com |

Sejumlah tokoh senior Papua meminta pemerintah meninjau kembali status teroris yang telah diputuskan untuk Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua.

Hal ini disampaikan para tokoh senior Papua diantaranya Freddy Numberi, Lenis Kogoya, Yorrys Raweyai, dan lain-lain, hadir di kompleks gedung MPR/DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (4/5/2021).

Menurut Lenis Kogoya, segala tindakan yang dilakukan sekelompok orang yang tidak bertanggungjawab itu adalah perbuatan yang meresahkan dan melanggar hukum serta menciderai prinsip-prinsip hukum di Indonesia, sehingga sangat merugikan masyarakat dan negara.

Selain itu, tindakan pelanggaran hukum yang kerap terjadi di Bumi Cenderawasih juga sangat bertentangan dengan Hukum Agama, dimana agama Kristen sebagai agama mayoritas masyarakat di Papua melarang keras siapapun untuk membunuh (Keluaran 20:13).

Oleh karena itu, Ketua Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Provinsi Papua ini menghimbau Pemerintah untuk menggunakan prinsip-prinsip hukum dalam menangani konflik yang terjadi di Papua.

OPM dan KKB Produk Belanda

“Tadi dikatakan masalah OPM dan KKB, bangsa ini lupa ya, bahwa itu ciptaan Belanda, dan Belanda memperlakukan Jawa di masa lalu lebih kejam dari Papua,” kata Freddy Numberi.

Freddy menjelaskan bahwa gerakan perlawanan di Papua merupakan bom waktu ciptaan Belanda yang berkembang hingga kini. Perkembangan OPM hingga KKB Papua tumbuh bersama dengan kemiskinan hingga keterlantaran.

“OPM adalah bom waktu yang diciptakan Belanda, bukan orang Papua sendiri, dan itu berkembang, bertumbuh, manakala terjadi kemiskinan, manakala terjadi keterlantaran dan sebagainya. Di Jawa, Sumatera, di mana-mana pun sama, rakyat manakala telantar, miskin, terdiskriminasi, tidak diperhatikan, pasti benci pemerintah,” ujar Freddy

Freddy dkk meminta pemerintah fokus menyelesaikan permasalahan di Papua. Para tokoh senior ini mendorong penyelesaian damai di Papua.

“Bom waktu yang ditinggalkan Belanda tumbuh berkembang dalam keadaan begitu dan itu perkembangan berlanjut,” imbuhnya.

Berikut ini Pernyataan Sikap sejumlah forum senior Papua bersama elemen generasi milenial:

Seruan Moral Forum Senior Papua Bersama Elemen Generasi Milenial Kepada Pemerintah

Dalam semangat kebangsaan hari ulang tahun ke-58, tanggal 1 Mei 1963, Kembalinya Tanah Papua ke dalam pangkuan Ibu Pertiwi, dan menyikapi rentatan kejadian kekerasan selama ini di tanah Papua, khususnya di wilayah Pegunungan Tengah (Beoga-Puncak, Nduga, Banti-Mimika, dan Intan Jaya), forum menyerukan:

  1. Mengecam dengan keras segala bentuk tindakan kekerasan terhadap warga sipil maupun aparat TNI-Polri demi kemanusiaan dan keadilan.
  2. Label teroris kepada KKB (Kelompok Kriminal Bersenjata) perlu kehati-hatian dengan harapan dapat ditinjau kembali, sebab latar belakang sejarah KKB yang berbeda dan mengingat dampaknya terhadap masyarakat Papua secara luas yang justru dapat merugikan kepentingan nasional di masa mendatang.
  3. Pemerintah seharusnya lebih fokus pada penyelesaian akar masalah yang ada di tanah Papua sesuai hasil riset Lembaga Pemerintah RI, yaitu LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia), dan menyelesaikan sejumlah dugaan kasus korupsi di Tanah Papua serta menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM yang telah disepakati oleh pemerintah.
  4. Menyikapi akar masalah di tanah Papua, langkah penyelesaian konflik seperti di Aceh merupakan solusi damai yang sangat bijak, namun tentunya dilakukan dengan tahapan-tahapan yang berbeda, dikarenakan di Tanah Papua ada banyak faksi.
  5. Perlu evaluasi apakah pendekatan kekerasan selama ini di tanah Papua berhasil atau gagal? Dan pemerintah perlu memberi solusi bagi ribuan warga yang saat ini mengungsi dari kampung-kampung mereka, karena adanya serangan dari KKB maupun operasi penegakan hukum oleh Polri dibantu pihak TNI.
  6. Perlu kehati-hatian pemerintah dalam menerapkan undang-undang No 5 Tahun 2018 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, agar tidam menimbulkan dampak ikutan/collateral damage seperti; salah tangkap, salah tembak, salah interogasi, dan lain-lain yang dapat dilategorikan dalam rumpun pelanggaran HAM.
  7. Pemerintah perlu melaksanakan paradigma baru Presiden Jokowi tentang pendekatan pembangunan di tanah Papua sesuai dengan Inpres Nomor 9 Tahun 2020 dan Keppres No 20 Tahun 2020.

Dideklarasikan di Jakarta 1 Mei 2021.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *