Penulis: Dedy Hutasoit
Taput, PERISTIWAINDONESIA.com |
Pembangunan jalan Lingkar Ir Soekarno, Siborong-borong, Kabupaten Tapauli Utara (Taput) Propinsi Sumatera Utara terkendala akibat masalah ganti untung lahan masyarakat.
Gara-gara lahan miliknya tak mendapatkan ganti rugi, salah satu masyarakat yang merasa haknya dirampas Dr Capt Anthon Sihombing mantan Anggota DPR RI langsung menembok jalan Lingkar Ir Soekarno yang sedang dikerjakan.
“Ya, langsung kita tembok jalan lingkar tersebut, karena lahan milik kita yang telah memiliki Sertifikat Hak Milik, sampai hari ini belum diganti rugi. Apakah saat ini jaman kolonial atau jaman pak Soeharto sehingga main serobot dilahan milik masyarakat? Ada apa ini sikap Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara?” tanya Dr Capt Anthon Sihombing melalui Kuasa Hukumnya Sangap Sidauruk SH, Kamis (23/12/2021).
Menurutnya, lahan Kilennya dirampas tanpa pembayaran ganti untung.
“Sungguh sangat lucu, lahan kita sudah dikerjakan tanpa sepengetahuan kita, namun baru konsinyasinya tanggal 21 Desember 2021. Itupun katanya dititip ke Pengadilan Negeri Tarutung. Nah, kita semakin tanda tanya, apakah demikian juga kepada masyarakat pemilik lahan lainnya? Atau ada indikasi dugaan penggelapan dana ganti untung?” tanya Sangap.
Dijelaskannya, Pemkab Taput telah dua kali mentransfer dana ganti rugi ke Pengadilan Negeri Tarutung, yakni pada tanggal 8 Desember 2021 disetorkan senilai Rp.1.108.780.525 penitipan ganti kerugian (konsinyasi), pada tanggal 21 Desember 2021 terbitlah surat pencairan senilai Rp510.186.016 dari Satuan Kerja (Satker) Perkim yang juga di titipkan pada PN Tarutung karena dalam proses sengketa.
“Objek lahan tidak semua dalam proses sengketa, namun pihak Pemkab Taput menilai bahwa lahan milik Dr Capt Anthon Sihombing dalam proses sengketa, padahal nyatanya di lapangan hanya dua obyek perkara yakni SHM No 324 dan No 325, sedangkan SHM No 10,417 dan 419 tidak ada gugatan perkara. Ada apa lagi dengan Pemkab Taput dibawah kepemimpinan Nikson Nababan ini?” sesal Sangap Sidauruk.
Disampaikannya, mengacu pada PP No 19 Tahun 2021, sebelum kegiatan dilaksanakan maka seharusnya ada dulu musyawarah antara pemerintah dengan masyarakat pemilik lahan.
“Bukan satu persatu masyarakat dijumpai untuk menyampaikan bujuk rayu, bahkan masyarakat pemilik lahan ada yang tidak pernah diundang untuk membahas ini. Yang jelas hak masyarakat itu harus diberikan dan itu juga diatur pada UU No 2 Tahun 2012 dan PP No 19 Tahun 2021,” tegas Sangap (*)