Penulis : WH Butar-butar
Simalungun, PERISTIWAINDONESIA.com |
Warga masyarakat Desa Wono Rejo Kecamatan Pematang Bandar Kabupaten Simalungun Propinsi Sumatera Utara mengaku cemas dan takut, karena salah satu Rumas Sakit di Simalungun memvonis penderita penyakit jantung dan sesak napas menjadi Covid-19.
“Ibu itu penyakit jantung dan sesak napas, eh malah divonis Covid-19,” ujar salah seorang keluarga korban, Sabtu (17/10/2020) di desa Wono Rejo.
Menurutnya, Ibu EN (50 tahun), warga Desa Wono Rejo telah lama mengidap penyakit sesak napas dan jantung. Namun, setelah meninggal dunia, Ibu EN dikuburkan sesuai proses pemakaman kepada jenazah pasien Covid-19.
“Drakula Covid-19 telah tiba di Desa kami. Belum tentu terinfeksi Covid-19, tapi prosesi penguburan telah dikerjakan seperti kepada korban Covid-19. Ini sangat menakutkan,” sebut warga.
Sementara menurut UN, suami Ibu EN. Ketika penyakit istrinya EN kumat, ia bersama anak-anaknya melarikan korban ke salah satu Rumah Sakit Umum di Kabupaten Simalungun.
Tiba di rumah sakit, Ibu EN di perlakukan seperti terinfeksi Covid-19. Akhirnya, ibu EN meninggal dunia. Setelah itu, pihak Rumah Sakit memperlakukan jenazah ibu EN seperti layaknya orang meninggal dunia akibat covid-19.
Jenazah diisolasi dan sanak keluarga tidak bisa melihatnya. Selanjutnya, jenazah dimandikan dan dìkafani kemudian di bungkus plastik dan di masukkan ke dalam peti jenazah.
Anak-anak Ibu EN beserta sanak keluarga lainnya tidak di perbolehkan melihat jenazah untuk yang terakhir kalinya. Ironisnya, jenazah juga tidak di perbolehkan singgah di rumah duka.
Dari Rumah Sakit, jenazah langsung dibawa ke tanah wakaf Tempat Peņguburan Umum (TPU) desa Wono Rejo.
Padahal suami korban UN sehari-hari bekerja di Puskesmas Pematang Bandar sebagai KTU.
Kepada kru media ini, UN mengaku tidak dapat berbuat apa-apa. Apalagi sebagai PNS, kata UN, harus tunduk kepada pimpinan.
Melihat kejanggalan ini, kru media ini bertanya kepada salah seorang Petugas pengangkat peti jenazah.
“Bang, kalau jenazah ibu EN ini meninggal akibat Covid-19, mengapa warga disini ramai-ramai menyaksikan penguburannya?” tanya Awak media kepada Petugas dengan muka tertutup itu.
“Ibu EN ini meninggal belum tentu akibat Covid-19, sebab hasil sweb-nya pun belum ada untuk memastikan ibu EN meninggal akibat Covid-19,” jawab Petugas yang enggan menyebutkan namanya itu.
Kru media ini bertanya lagi, “kalau ibu EN meninggal belum tentu akibat Covid-19, lalu kenapa cara penguburannya sama seperti penguburan korban Covid-19?”. Petugas tersebut tidak dapat memberikan jawaban yang diminta.
“Kami hanya bawahan bang. Kami makan gaji dan harus patuh kepada pimpinan,” balas Petugas tersebut.
Di kesempatan itu, salah seorang ibu paruh baya yang tidak ingin disebutkan namanya menjelaskan, ibu EN sudah lama mengidap penyakit jantung dan sesak napas. Begitu pula orang tua dari Ibu EN meninggal dunia juga akibat sakit jantung dan sesak napas.
“Jadi sebenarnya sudah ada penyakit turunan dari orang tua Ibu EN,” ungkapnya.
Melihat cara penguburan ibu EN ini, warga desa Wono Rejo Kecamatan Pematang Bandar mengaku cemas dan takut dan memohon kepada Satgas kasus Covid-19 agar menyelidiki kasus ini karena kuat dugaan pihak Rumah Sakit mempermainkan status korban menjadi terinfeksi Covid-19.
“Ini harus diusut, karena itu jenazah manusia, yang punya harkat dan martabat dan sangat perlu di hormati sesuai agama dan adat istiadat suku masing-masing,” pintanya.
Pantauan kru PERISTIWAINDONESIA.com di Kecamatan Pematang Bandar, khususnya penduduk desa Wono Rejo, penduduk desa merasa cemas dan was-was akibat keadaan ini.
Parahnya lagi, warga menjadi takut berobat ke Puskesmas dan Rumah Sakit karena takut divonis Covid-19, yang belakangan ini santer dengan istilah drakula Covid-19.
“Ya ampun, kita jadi takut berobat, karena yang tidak Covid pun bisa berubah jadi Covid. Sesuka hati mereka saja mempermainkan status jenazah orang yang meninggal dunia. Kalau itu Covid-19, maka keluarga Ibu EN dan anak-anaknya tentulah terinfeksi karena mereka bersentuhan satu sama lain. Kasus ini harus serius diselidiki pemerintah seperti pernyataan Kepala KSP Bapak Moeldoko,” jelas warga (*)