KALBAR | PERISTIWAINDONESIA.COM
Diduga tambang emas Ilegal bebas beroperasi di desa Nanga Dua Semangut, Kecamatan Bunut Hulu, Kabupaten Kapuas Hulu Kalimantan Barat, Pasalnya merusak ekosistem hutan di wilayah tersebut dan tanpa memikirkan dampak negatif terhadap warga sekitar. Jum’at, (03/03/2023).
Hasil tinjauwan lapangan terlihat Pekerja WNA asal tionghua cina untuk Tambang Emas Tanpa Izin (PETI) di Kabupaten kapuas hulu kalimantan barat. Aktifitas itu berbeda seperti apa yang disampaikan Kapolri Jenderal Listyo Singit yang telah mengintruksikan kepada jajarannya agar menindak para pelaku kejahatan salah satunya penyakit masyarakat dan tambang-tambang ilegal di seluruh Indonesia, namun perintah Kapolri seolah dipandang sebelah mata oleh Polres Kab.Kapuas Hulu.
Faktanya Selasa 02/03 saat kordinator wilayah LSM BERKORDINASI Prov. Kalimantan Barat Linda Susanti bersama rekan rekan TIM (Data Hukum Dan Perkara) turun langsung kelokasi tambang peti menemukan banyak orang asing WNA Asal Cina sebagai pekerja PETI tersebut, dan terlihat mess tempat tinggal pekerja serta alat alat berat untuk kerja penambangan emas.
Menurut kepala Desa Nanga Dua bernama Gergorius menerangkan bahwa pernah meminta surat-surat dari kelengkapan PT BMM namun pihak nya menyebut dokumen ada di Pontianak,
Senada dengan ketidak puasan atas adanya tambang PETI, Tokoh adat bapak Anom ketika diwawancarai mengatakan disini ada hutan lindung dan hutan rakyat, untuk itu sebagai tokoh masyarakat adat dan sebagai pengurus lembaga adat saya meminta untuk pertambangan PT.BBM itu harus ditutup dan tidak ada lagi di wilayah ini Tambang Tambang lainnya apa lagi tidak berIzin, tegasnya.
“jangan salah kan masyarakat mengambil tindakan tegas, dan kami juga meminta kepada pemerintah kabupaten Kapuas hulu dan APH Kapuas hulu menutup PT BMM ini karena telah merusak wilayah desa dan mengambil tanah masyarakat”
Untuk diketahui pelaku tambang emas ini, tidak ada tealisasi dana CSR dan jalan yang dibangun pemerintah sudah rusak akibat hilir mudik kendaraan tambang itu namun tidak bisa mereka perbaiki atau bangun kembali, maka dari itu “kami masyarakat desa nanga dua kec.bunut hulu kabupaten kapuas hulu sekali lagi meminta agar PT.BBM keluar dari kampung kami” Cetusnya.
Dari sisi regulasi, PETI melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Pada pasal 158 UU tersebut, disebutkan bahwa orang yang melakukan penambangan tanpa izin dipidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar. Termasuk juga setiap orang yang memiliki IUP pada tahap eksplorasi, tetapi melakukan kegiatan operasi produksi, dipidana dengan pidana penjara diatur dalam pasal 160.
Di pasal 161, juga diatur bahwa setiap orang yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan/atau pemurnian, pengembangan dan/atau pemanfaatan pengangkutan, penjualan mineral dan/atau batubara yang tidak berasal dari pemegang IUP, IUPK, IPR, SIPB atau izin lainnya akan dipidana dengan pidana penjara.
Direktur Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sunindyo Suryo Herdadi sebelumnya menjelaskan Peti sendiri merupakan kegiatan tambang yang dilakukan tanpa memiliki izin. Sehingga tidak menggunakan prinsip pertambangan yang baik, serta memiliki dampak negatif bagi lingkungan hidup, ekonomi, dan sosial.(Lin/RED)