Penulis : Marjuddin Nazwar
JAKARTA – PERISTIWAINDONESIA.COM
Lembaran sejarah demokrasi akan kembali terukir pada hari Rabu ini, salah satu lembaga tinggi negara yautu Mahkamah Konstitusi R.I sebagai salah satu pemegang kekuasaan yudikatif tertinggi di negeri ini, akan memutuskan permohonan uji materiil atas Pasal 168 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu), yang terdaftar dengan Perkara Nomor 114/PUU-XX/2022.
Sekalipun perkara tersebut belum diputus, namun rakyat dari berbagai lapisan mulai bereaksi di berbagai media offline dan online bahkan media sosial, seperti mahasiswa, profesional, ahli hukum, politisi, aktivis, bahkan DPR RI.
Media berusaha menghubungi melalui sambungan telpon Wakabid Perekonomian & Perbankan DEP LKBH SOKSI, Shally Nuraji Noviani, S.H., untuk meminta tanggapannya tentang hal ini.
Disampaikan oleh Shally, reaksi sosial yang timbul dari segala lapisan masyarakat harus disikapi dengan bijaksana oleh para stake holder, logikanya tidak mungkin reaksi sosial ini berkepanjangan dan melahirkan resistensi yang keras, kalau tidak disebabkan dari suatu aksi, karena ini kita semua harus berintrospeksi atas setiap gejolak sosial, karena intropeksi ini merupakan wujud sense of crysis, bila tidak ingin dikatakan belong of crysis, reaksi sosial tersebut sebenarnya juga merupakan suatu refleksi hidupnya demokrasi sekaligus bukti cintanya rakyat terhadap negeri ini, karena itu kita semua patut menghargainya, ujar Shally.
Shally melanjutkan, sekalipun reaksi sosial tersebut masih dalam bentuk statement, namun jangan dianggap remeh sebab logikanya, aspirasi yang tidak tersalurkan akan rawan dapat melahirkan berbagai implikasi yang akan dapat melahirkan parlemen jalanan dan aksi-aksi sosial lainnya, karena aspirasi yang diekspresikan adalah juga rasa keadilan yang lahir, tumbuh dan berkembang di tengah masyarakat.
Ketika ditanyakan, Apa harapan mba Shally terhadap proses ini materil di MK ? Saya berharap MK dapat secara bijaksana membuat putusan dengan mempertimbangkan dan mengutamakan rasa keadilan mayoritas Rakyat Indonesia, dan jangan lupa MK juga harus melihat implikasi apa yang akan terjadi apabila melahirkan suatu putusan yang sudah jelas-jelas telah melahirkan banyak sekali resistensi, MK harus menyimak “rasa keadilan” rakyat. (MZ/RED)