Penulis: Kiyosi Bombang
Mamuju, PERISTIWAINDONESIA.com |
Lewat whatsAAp Ketua Umum Lembaga Pemerhati Khusus Nasional – Republik Indonesia (LPKN-RI) Egar Mahesa, yang selama ini memantau perkembangan penegakan hukum, sosial, kebudayaan, kesehatan, politik dan keselamatan Bangsa mengingatkan Kepolisian untuk berbuat adil dalam mempidanakan Pimpinan Front Pembela Islam (FPI) Muhammad Rizieq Shihab (MRS).
Egar Mahesa mempertanyakan apakah pihak yang menimbulkan kerumunan, yang banyak terjadi saat serangkaian gelaran Pilkada 2020 juga sudah dipidanakan?
“Pertanyaan saya, kalau Imam FPI tersebut diinterogasi dan ditahan karena tindakannya itu apakah orang lain yang melakukan hal yang sama juga sudah diinterogasi dan ditahan? Kalau sudah berarti pihak kepolisian sudah menegakkan hukum dan keadilan dengan sebaik-baiknya. Namun jika sebaliknya, maka aparat kepolisian belum menegakkan hukum secara adil,” kata Egar Mahesa, Selasa (15/12/2020).
Menurutnya, kalau belum berarti pihak kepolisian belum menegakkan hukum dengan sebaik-baiknya dan dengan seadil-adilnya.
Dikatakannya, jika seperti itu yang terjadi, maka bakal mengganggu kehidupan berbangsa dan bernegara di negeri ini, baik untuk saat ini maupun perkembangan ke depannya.
Oleh karenanya, tambah Egar, jika mau adil sebaiknya aparat mempunyai data jumlah korban Covid-19 imbas kerumunan yang ditimbulkan Rizieq Shihab, kemudian data ini dibandingkan dengan jumlah korban yang timbul atas kerumunan yang terjadi karena Pilkada.
“Lantas siapa yang bakal mempertanggungjawabkan korban Covid-19 imbas pilkada yang telah berlalu? Tanya dia.
Khusus tentang pilkada, lanjut Egar, masyarakat sudah banyak mengingatkan pemerintah supaya menunda Pilkada tapi pemerintah tetap melaksanakannya sehingga kerumunan-kerumunan sewaktu kampanye dan pencoblosan banyak terjadi.
“Pertanyaannya, siapa yang akan dijadikan tersangka dalam hal ini oleh pihak kepolisian? Apakah mereka bisa terbebas dari tuntutan hukum?” ujarnya.
Menurut Egar yang juga berprofesi sebagai Advokat Pemerhati Muda yang berkacamata ini, jika mau adil, apa yang dilakukan kerumunan massa saat Pilkada dan yang dilakukan oleh MRS nyaris sama. Keduanya sama-sama memiliki korban Covid-19 imbas kerumunan tersebut.
“Akal sehat kita tentu saja akan bertanya berapa jumlah korban yang jatuh sakit atau meninggal gara-gara kerumunan yang dilakukan oleh Habib Rizieq dan berapa oleh acara-acara yang lain dan oleh pilkada? Tapi dalam konteks Pilkada dari beberapa media yang saya tahu bahwa jumlah petugas KPPS yang sudah terbukti reaktif Covid-19 adalah kurang lebih puluhan ribu orang dan yang meninggal juga ada,” ungkapnya.
Sebagai negara hukum, ungkap Egar, pelaku pemicu kerumunan dalam Pilkada juga mesti diadili layaknya Imam Besar FPI itu.
Jika hal ini sudah dilakukan aparat maka layak disebut profesional. Namun jika sebaliknya, maka dianggap akan menimbulkan masalah di kemudian hari.
“Nah, biarkanlah publik menilai sendiri. Tapi kalau mereka tidak bisa melakukan hal tersebut dengan baik dan dengan seadil-adilnya maka yang akan terjadi adalah bencana dan malapetaka di antara keadilan dan hukum dan itu jelas sama-sama tidak kita inginkan,” tandasnya (*)